Minggu, 21 Februari 2010

Burung Paling Hebat


Dua anak burung sedang bertengger di dahan pohon. Mereka adalah Qori kutilang dan Aswad si beo. Mereka saling menceritakan tentang ibu mereka. Membanggakan kehebatan ibunya kepada yang lain.

“Aswad, kamu pernah lihat ibuku tidak ?” Tanya Qori.

“Iya, sudah pernah” Jawab Aswad. “Memangnya kenapa sih ?” Tanya Aswad.

“Ibuku adalah burung paling cantik. Kamu pasti sudah melihat warna bulunya. Indah kan?” Qori menggetarkan seluruh tubuhnya. Tentu saja karena Qori bangga sekali terhadap ibunya.

“Ooo, karena itu.” Aswad menganggukkan kepalanya. “Tapi, masih lebih hebat lagi ibuku. Ibuku, bulunya hitam mengkilat. Dan, yang lebih hebat lagi. Ibuku sangat pandai mengucapkan banyak bahasa manusia.” Kata Aswad. “Suatu hari nanti, aku juga akan seperti ibuku lho.”

Saat Qori dan Aswad, sedang asik menyebutkan kehebatan ibu mereka. Tiba-tiba, terdengar sebuah suara. “Ku ku…ku ku. Masih ada burung yang lebih hebat.” Ternyata suara itu, milik seekor burung hantu tua, bernama Oldi. Oldi tinggal di sebuah lubang, di pohon tersebut. Qori dan Aswad, menghampiri lubang tempat Oldi tinggal.

“Memangnya, ada burung yang bulunya lebih indah dari bulu ibuku, pak Oldi?” Tanya Qori.

“Iya pak Oldi. Apakah ada, burung lain yang bisa berbicara seperti ibuku.” Aswad ikut penasaran.

“Ha ha ha ha. “ Pak Oldi tertawa. Tawanya sampai membuat tubuh gempal yang dibalut bulu yang mulai kusam itu, berguncang.

“Iiih, pak Oldi. Ditanya kok malah tertawa. Memangnya, burung apa sih pak Oldi, yang lebih hebat dari ibu kami.” Kata Aswad.

“Qori dan Aswad, mau tidak mendengar sebuah kisah tentang burung paling hebat?” Tanya pak Oldi.

“Mau mau, pak Oldi. Ayo ceritakan.” Sambut Aswad dan Qori, bersemangat. Mereka ingin sekali mengetahui, burung apa sih, yang lebih hebat dari ibu mereka.

“Baiklah…” Kata pak Oldi.

Pak Oldi mulai bercerita.

Beberapa tahun yang lalu, hidup seekor burung.. Namanya Cilika. Selain bertubuh kecil, Cilika berkepala botak. Kepalanya, memang tidak ditumbuhi bulu. Dan, itu membuat Cilika dijauhi oleh burung-burung lain. Mereka selalu mengejek dan menertawakan kepala Cilika yang botak. “Kepala botak. Kepala botak.” Demikian mereka mengejek Cilika. Cilika sangat sedih dengan sikap teman-temannya. Karena malu, diejek, kemana-mana Cilika selalu sendirian. Bermain, terbang dan mencari makan. Selalu sendiri.

Suatu hari, Cilika sedang mencari makan. Sudah beberapa jam ia berkeliling mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk mengisi perutnya. Namun, dia belum juga mendapatkan makanan. Sedangkan perutnya sudah mulai sakit, karena sejak pagi belum diisi.

“Eh, apa itu ?” Cilika melihat sesuatu yang bergerak-gerak, di bawah sebuah batu. Wah, itu seekor cacing. Cacing itu pasti sangat lezat. Pikir Cilika. Cilika mendekati cacing tersebut. Saat ia sudah dekat, Cilika melihat cacing itu menggeliat kesakitan.

“Aduh, tolong aku. Tolong singkirkan batu ini dari tubuhku.” Cacing itu meringis.

“Bagaimana batu itu bisa menimpamu? Tanya Cilika. Ia merasa kasihan pada cacing kecil itu.

“Tadi, ada manusia yang melewati jalan ini. Kakinya menendang batu, yang kemudian menimpaku.” Kata si cacing.

Cilika memandangi cacing itu. Akhirnya, ia membantu cacing tersebut melepaskan diri, dengan menyingkirkan batu yang berada di atas tubuhnya.

“Terima kasih, burung yang baik. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu.” Cacing itu bergegas pergi, meninggalkan Cilika yang masih kelaparan.

Cilika merapatkan sayapnya, untuk menekan perutnya yang sangat lapar. Ah, aku pergi ke kebun jagung, milik pak tani saja. Biasanya, di sana banyak biji jagung yang berjatuhan. Cilika pun, segera mengepak sayapnya, menuju ke kebun pak tani.

Sesampainya di kebun pak tani, Cilika merasa kecewa. Ternyata, kebun jagung pak tani, baru saja dipanen. Dan, beberapa ekor burung lain, telah menghabiskan biji-biji jagung yang berjatuhan. Cilika kembali terbang. Ia mempertajam penglihatannya. Walaupun, kepala dan perutnya terasa sakit sekali. Kemudian tampak olehnya, sebuah kolam kecil. Yang di dalamnya, tengah berenang, beberapa ekor ikan. Cilika memandangi calon makanannya dari udara. Ia menukik ke bawah dengan cepat. Hap! Seekor ikan, telah berhasil ditangkap olehnya. Namun…

“Burung yang baik, tolong jangan makan aku. Aku masih punya anak-anak, yang harus aku besarkan. Bagaimana nasib mereka, jika kau memakanku?” Kata ikan tersebut sambil menangis.

Karena kasihan, akhirnya Cilika melepaskan ikan itu, kembali ke kolam. Ikan itu berkata, “Terima kasih burung yang baik, aku akan membalas kebaikanmu.” Dan ikan kecil itu, berenang masuk ke dalam air.

Cilika masih kelaparan. Ia terlihat lelah. Dan sudah tidak memiliki tenaga untuk kembali terbang. Ia mencoba tidur di sebuah dahan pohon. Karena hembusan angin yang sepoi-sepoi, Cilika pun tertidur. Dalam tidurnya, Cilika bermimpi. Ia berada di sebuah lapangan luas, yang dipenuhi makanan. Dalam mimpinya, Cilika makan dengan lahap. Sedang sibuk Cilika menghabiskan makanannya. Tiba-tiba, terdengar suara keras. “Tolong. Tolong.” Cilika kaget. Terbangun dari tidur dan mimpinya. “Suara siapa itu.” Pikir Cilika. “Tolong. Tolong.” Cilika segera terbang, mencari asal suara itu. Setelah beberapa saat mencari. Cilika melihat, seekor merak yang sedang meronta, di dekat sebuah pohon. Ternyata, bulunya yang panjang tersangkut di sebuah dahan rendah. “Tolong aku.” Katanya memelas. “Tenang. Aku akan menolongmu. Jangan bergerak.” Kata Cilika. Cilika melepaskan bulu itu, dengan menggunakan paruhnya. Akhirnya, merak itu pun bebas. “Terima kasih burung yang baik.” Dan merak itu pun pergi. Tapi, Cilika kembali merasakan kelaparan.

Cilika memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah. Cilika melihat banyak binatang, berkumpul di depan rumahnya. Ada apa ya? Saat Cilika mendarat. Seekor binatang berseru. “Hei, itu Cilika.” Semua binatang yang hadir berpaling. Dan saat melihat Cilika, mereka membuat suara-suara yang ramai sekali. Ada yang menghentakkkan kaki mereka. Sebagian mengeluarkan suara-suara yang indah. Cilika semakin heran. Dalam keramaian itu, Cilika melihat cacing kecil, yang tadi ditolongnya. Juga ada si merak cantik. Para binatang masih bersuara ramai, hingga datanglah Lio, sang raja hutan. Semua binatang hening, menyambut kedatangan raja hutan yang perkasa itu. Lio menuju sebuah batu besar. Dan berdiri di atasnya. Memandangi rakyatnya yang berkumpul. “Kalian tahu, mengapa kita berkumpul di sini?” Tanya sang raja. Para binatang mengangguk. “Aku mendengar banyak cerita. Tentang seekor burung kecil, yang suka menolong. Tapi, aku ingin, kalian mendengarnya sendiri dari mereka yang mengalaminya. “Siapa yang mau menceritakannya lebih dulu?” Lio melipat dua kaki belakangnya, untuk duduk.

Nilo, sang kuda nil, menceritakan bagaimana seekor burung kecil, pernah membantunya menghilangkan rasa gatal di badannya yang besar, dengan mematukkan paruhnya. Di lain waktu, saat Ula si ular sakit gigi, seekor burung kecil, membawakannya obat yang manjur dari hutan. Jaja si gajah, pernah kehilangan kacang kesukaannya. Dan seekor burung kecil, telah membantu untuk menemukannya. Tidak ketinggalan untuk bercerita. Cacing kecil yang di Bantu untuk melepaskan diri dari sebuah batu yang menimpanya. Juga merak cantik yang bulunya tersangkut di dahan rendah. Dan banyak lagi cerita lain. Yang membuat warga burung bangga. Tapi, mereka belum tahu, siapa burung kecil yang hebat itu. Lio kembali berdiri tegak. “Warga burung. Apakah kalian tahu, siapa burung kecil itu?” Sebagian besar warga burung menggeleng. Mereka saling memandang. “Burung kecil yang hebat itu adalah, Cilika.” Kata Lio berwibawa. Semua binatang kembali mengeluarkan suara yang ramai. Para burung pun, tidak ketinggalan. Banyak burung, yang dulu sering mengejek Cilika, juga ikut bergembira dan bangga. “Untuk itu,warga hutan akan memberikan hadiah buat Cilika.” Lio berkata lagi. Tiga ekor monyet, membawa biji-bijian yang di letakkan pada wadah-wadah dari batok kelapa. Wadah-wadah itu di letakkan di hadapan Cilika. Suasana kembali ramai. Cilika pun berbicara. “Terima kasih untuk semuanya. Juga kepada raja Lio. Tapi, saya tidak bisa memakan semua ini sendirian. Perut saya bisa sakit.” Kata Cilika. “Kamu bisa menyimpannya kan?” Kata raja Lio. “Tidak raja Lio. Aku akan mengajak semua burung untuk menghabiskannya hari ini. Ayo teman-teman, kita habiskan biji-bijian ini.” Ajak Cilika. Seketika, semua burung mengerumuni wadah-wadah tempat bijian tersebut. “Cilika kau memang burung kecil yang hebat.” Kata raja Lio.

“Sejak saat itu, tidak ada lagi, burung yang mengejek Cilika. Semua merasa bangga berteman dengan Cilika, si burung hebat.” Pak Oldi mengakhiri ceritanya.

“Wah, Cilika biar kecil suka menolong ya.” Kata Aswad.

“Iya. Walaupun pernah diejek. Cilika memaafkan teman-temannya.” Qori menimpali.

“Begitulah Aswad, Qori. Kita bisa di sebut hebat, karena kebaikan hati kita. Bukan karena bulu dan kemampuan kita untuk terbang tinggi. Kalian mau kan, menjadi burung hebat seperti Cilika?” Tanya Oldi.

“Mau pak Oldi. Mau.” Sekarang, Aswad dan Qori bertekad untuk menjadi burung yang suka menolong binatang lain yang mengalami kesulitan.

Niat yang baik ya. Siapa lagi, yang mau jadi hebat ?

9 komentar:

Penyo mengatakan...

Wah.. pandai bercerita juga mbak..
baca2 artikelnya, menarik menarik nih..
he.he.. ga dibuat buku aja mbak..??

salam kenal dan sukses selalu yaa..

Yanti tukang kerupuk mengatakan...

duh, termotivasi nie jadinya...semangat ya...

Yanti tukang kerupuk mengatakan...

suka buat cerpen ya mba?

Afiani Gobel mengatakan...

Penyo> Suka cerita gini memang kalau di kelas saya. Teman-teman kecil saya paling suka diceritain.

Buat buku.. Hmm.. makin banyak yang nanya... makin ingin nih.. hehe.

Semoga manfaat ya.. Makasih dah mengunjungi blog ini...

Afiani Gobel mengatakan...

Yanti> Syukurlah kalau bisa memotivasi... :)

Suka bikin yang kayak gini aja sih... atau tulisan tentang murid-murid di kelas yang pada lucu-lucu aja.

Makasih ya dah mampir... ^_^

burung spiritual mengatakan...

yuuukk bikin buku

sikupu mengatakan...

nice story. salam kenal ya

Afiani Gobel mengatakan...

Budi> Yuuuuuuuuuuk... :)

Afiani Gobel mengatakan...

Si Kupu> Makasih atas responnya.. :)
senang bisa dikunjungi...

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase