Kamis, 31 Desember 2009

Kakak Kecil

Pernahkah… kita memperhatikan, perubahan anak pertama… atau seorang kakak mungil… yang baru mendapatkan adik kecil…?

Seorang Lila… yang pernah berada dalam kelas asuhan saya. Saat kelas ‘A’ (kelas kecil)… Ananda Lila adalah si ceria yang sangat percaya diri. Bergaul dengan baik bersama teman-temannya kala itu. Gambar-gambar ananda, adalah bentuk-bentuk jelas yang berbeda-beda setiap kali menggambar.

Pada akhir tahun ajaran… si cantik yang tak suka teh ini, diberi Allaah seorang adik baru. Maka mulailah.. perubahan-perubahan terjadi pada diri Lila kecil… Ia menjadi sangat sensitif… Tak ceria seperti biasanya. Bahkan… kepercayaan dirinya menurun drastis. Menggali keterangan darinya, tak membuahkan hasil. Hingga suatu kali, sang ibu… mengeluhkan hal yang sama. Dengan sebuah pengakuan. “Mungkin, karena saya tidak memperhatikannya seperti dulu ya bu…?” Hmm… pertanyaan… yang saat itu, menurut saya tak memerlukan jawaban…

Banyak anak, mengalami hal yang serupa dengan ananda Lila… Sedikit mengamati beberapa keluarga, yang memiliki anggota keluarga baru, setelah ada seorang kakak mungil sebelumnya…

Kebanyakan di antara mereka, memusatkan perhatian pada makhluk mungil nan lucu itu. Bahkan, yang dikatakan pada seorang kakak mungil adalah… segala hal tentang adik. “Ini adik masih kecil… harus disayang. Ga boleh dipukul ya. Ga boleh dimarahin.” Sedikit gerakan yang spontan di dekat si adik… akan mendapatkan respon yang tinggi.. “Aduuuuh… kakak… jangan lompat-lompat di samping adik… Nanti jatuh ke adik bayi gimana..? Kan adiknya sakit.” Beban yang berat bagi seorang kakak kecil. Perhatian… yang bertahun-tahun merupakan harta terbaiknya… kini di’rebut’ oleh orang lain. Maka… di samping perubahan-perubahan psikologisnya… ia juga menjadi kurang menyukai kehadiran si adik kecil.

Apakah memungkinkan… jika kita merubah kata-kata kita… untuk lebih berpusat kepada kakak mungil… Coba perhatikan kalimat ini… “Adik… ini kakak… kakak baik lho… kakak akan sayang sama adik… Ya kan kakak?” Juga kalimat yang satu ini… “Wah… kakak hebat ya adik… bisa lompat-lompat… pasti kaki kakak kuat ya… kakak boleh lompat-lompat kan adik… tapi, agak jauh ya lompatnya…” Hmm… terasa ga bedanya… Perhatian terbagi pada kedua pihak… Namun… kata-kata… membuat salah satunya… merasa lebih berharga… Sehingga… si kakak mungil… tak perlu cemburu pada si adik kecil…

Pesan yang tak singkat… semoga tak membuat para dewasa bosan membacanya… dan tak mengurangi makna di balik cerita…

Semoga Allaah menjadikan kita, para dewasa yang senantiasa membuat setiap USIA DINI menjadi berharga… Amiiin




Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Rabu, 30 Desember 2009

Do'a Untuk Hatiku

Yaa Allaah...

Izinkan aku...

Berdo;a untuk hatiku...

Banyak hal bisa kujaga...

Namun selalu ada sisi...

Yang tak dapat ku awasi...

Yaa Allaah... Yang Maha Memberi Petunjuk...

Bimbing hatiku...

Ke mana pun ia melangkah...

Jangan biarkan ia menjelajah resah...

pada tempat yang salah...

Jangan izinkan ia...

menggenggam bara... hingga terluka...

Allaah... kugenangkan setiap cinta...

Pada jiwaku... yang terus menunduk patuh...

Dalam rengkuh-Mu...




Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Senin, 21 Desember 2009

Salam Untuk Ibumu...

Salam sahabat... apa kabar hidupmu... Semoga dalam bakti yang giat... dalam langkah yang mantap... serta tekad yang kian mantap... Amiin

Sahabat memang tak kan hilang kala sepi... ia ada saat dibutuhkan... dia tak pernah menyebut janji... namun, ia selalu datang untuk memberi bukti... Keindahan bersahabat... adalah ketika kita lupa... dan ia ingat... lalu diberitahukannya... apa yang kita lupa...

Sebuah puisi... untuk ibu, mama, mami, bunda, mbok, mamak, inang dan umi... atau dengan sebutan apapun... kau sebut ibumu...

Bunda,

Rahimmu, adalah tempat bagi sejuta cinta

Menjagaku, dalam segala kepayahanmu

Memeliharaku, dengan semua kelelahanmu

Mengasihiku, bersama segala penatmu

Hingga dunia menyambutku

Dan dapat ku lihat wajah sucimu

Serta ku dengar indah lisanmu

Yang senandungkan lagu merdu,

Do’a dan harapan syahdu,

Hanya untukku



Bunda,

Dunia penuh dengan bahaya,

Tempat dusta merajalela

Moga kau tak lupa, Bunda

Bekal untukku, kelak dewasa

Kenalkanku pada Rabb, Sang Maha Pencipta

Agar ku ingat, bahwa aku adalah hamba-Nya

Ajarkan aku tentang Qur’an, sang ayat-ayat cinta

Supaya hidupku, senantiasa mulia



Bunda,

Yang mendidikku dengan cinta

Bawa aku ke jalan cahaya

Jadi jundi Allah yang setia

Pembela islam yang utama

Bimbing aku dengan do’a

Hingga kasih Allah, lewat Bunda

Jadikan ku sholeh dan sholehah

Wahai Bunda,

Dengarkan aku berdo’a

“Allah, kumpulkan hamba. Bersama Ayah dan Bunda

Ke dalam Surga”


Untuk ibu... Bidadari dunia yang senantiasa menggelar cintanya untuk ku tidur dalam rengkuhan kasihnya.

Untuk ibu... Ratu abadi dalam kehidupanku

Untuk ibu... Malaikat yang menyayang waktu bayiku... menemaniku menapaki masa kanak-kanakku...mengantarku ke gerbang kedewasaan.

Tanpa pernah bertanya...
Kapan kau bisa menemaniku...
Kapan kau bisa manyayangiku
Kapan kau bisa mengantarku...
Melewati hidupku yang sendiri...
Karena kau kini...
sibuk dengan kehidupanmu...anakku...

Ibu...
Cintamu...sesyahdu Penciptaanku...

Salam takzim.. untuk ibumu sahabat... Salam penuh sayang dariku... sahabat jauhmu...

Dan sebuah do'a kebahagiaan untuk ibumu... jika ia telah pergi menghadap Tuhan-ku... Tuhan-mu... Tuhan-nya... Rabb kita... Amiiin

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Kamis, 17 Desember 2009

MENGENANG Hijrah... Yang Bukan Sekedar KENANGAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Hijrah... Pindah... Jika sebuah keluarga masih berprofesi sebagai 'kontraktor'... maka pindah... adalah hal yang akan sering dilakukan. Itu adalah hijrah yang tentu memiliki hikmahnya tersendiri bagi keluarga tersebut. Pengorbanannya adalah... lelah, waktu, tenaga, biaya... dan lain-lain.

Namun... mari kita tengok... sebuah rangkaian sejarah indah... pada sebuah hijrah...

~> Abu Salamah

Hijrah adalah perjalanan panjang. Yang tak satupun umat muslim saat itu, mengetahui. Apa yang akan terjadi dengan kehidupan mereka setelah hijrah. Mereka layaknya melangkahkan kaki pada sebuah tujuan yang mengambang.

Kesadaran akan mengambangnya hari-hari setelah hijrah, tak membuat para muslim menyurut langkah yang akan terayun.

Mengingat Abu Salamah. Beliau pergi berhijrah seorang diri. Meninggalkan istri yang diambil oleh keluarga istrinya, karena tidak menyetujui hijrahnya. Dan tanpa anak, yang diambil oleh keluarga dari pihaknya.

Apalah rasa hati… dipisahkan dengan orang-orang yang kita cintai. Namun melakukan hal lain, yang masih tak pasti. Tentu sedih dan gundah itu hadir di kedalaman hati Abu Salamah. Apakah ia mengurungkan niatnya..?! Tidak. Ia menyusuri padang pasir bersama jiwanya yang terluka. Namun, hijrah telah menjadi pilihannya. Tiada istri digandengannya. Dan tiada anak dalam pelukannya.

Hati apa ini… Ialah… hati yang ta’at. Subhaanallaah… (Inikah kau hatiku…?)

~> Shuhaib

Shuhaib memiliki harta benda yang cukup banyak. Dia ingin menyambut seruan hijrah. Namun, kedengkian para kafir Quraisy, tak dapat membiarkannya bebas pergi begitu saja. Mereka berkata, “Dulu engkau datang kepada kami dalam keadaan hina dan melarat. Setelah hidup dengan kami, harta bendamu melimpah ruah dan engkau mendapatkan apa yang telah engkau dapatkan, kini engkau hendak pergi begitu saja memboyong hartamu. Demi Allaah, itu tidak akan terjadi.”

Apa yang ada dalam pikiran kita. Disertai dengan ancaman-ancaman dari para kafir tersebut. Adakah menciut keinginan Shuhaib untuk hijrah…?! Sekali lagi… Tidak.

Namun… akankah harta, yang sedemikian lama, dikumpulkan dengan jerih payah. Tentu dengan perjuangan yang tak dapat dipungkiri, bagaimana lelah dan penat menghampiri dalam mengumpulkan harta itu. Jika harta itu… diletakkan di hatinya… maka Shuhaib akan tinggal karena ancaman yang membahayakan diri dan hartanya. Namun… harta itu… terletak di tangannya. Dan Allaah Melemahkan genggamnya. Sehingga Shuhaib berkata… “Bagaimana menurut pendapat kalian, jika harta bendaku kuserahkan pada kalian, apakah kalian akan membiarkan aku?” “Baiklah…”, kata mereka.

Harta. Siapakah yang tak dengan penuh daya usaha, ingin memilikinya. Kita semua begitu. Inginnya kita berjaya dengan gelimangnya. Dengan punya segala. Sebuah cita-cita dunia yang akan singgah di dalam pikir siapa saja, yang berharap akan nikmat dunia. Tapi Shuhaib… meninggalkannya. Jiwa apa ini… Ialah jiwa merdeka. (Itukah kau jiwaku…?)

Untuk keindahan peristiwa ini… Rasuulullaah berkata… “Shuhaib beruntung… Shuhaib beruntung.”

Keberuntungan semacam ini… Sungguh tak ternilai.

~> Persembahan Ali

Sekumpulan jahat… berencana jahat… hati mereka hitam oleh karena kejahatan. Hidupnya kelam karena terlalu sering menjahati orang. Dari jiwa-jiwa mereka yang gulita. Hadir niat durjana. Menyakiti manusia mulia. Muhammad SAW.

Muhammad inilah… Kekasih bagi mereka yang beriman. Sahabat bagi semua yang taqwa. Yang di lisannya mengalir kebenaran dari Rabb-nya. Yang di wajahnya menggantung teduh bagi siapapun yang menatapnya. Yang di hatinya tumbuh kasih dengan rimbun. Duduk bersamanya adalah keinginan bagi siapa saja yang merindu hikmah sepanjang hidup. Hidup di zamannya… adalah harap bagi mereka yang terbelenggu cinta pada kesholihannya.

Dan manusia mulia itu… akan dibunuh…?! (Apakah yang kau rasa saat ini wahai diriku…?) Rasuulullaah akan dibunuh…

Maka malam itu… Sang Khotimul anbiya… akan berhijrah… meninggalkan Mekkah. Dan bersama permulaan gulita itu… kafir Quraisy yang sombong lagi dengki… mengatur rencana hitamnya… “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu, dan Allaah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS Al Anfal:30)

Rasuulullaah yang ummi… namun menyimpan kecerdasan sejati, yang disematkan oleh Allaah. Meminta Ali bin Abu Thalib, untuk menggantikannya tidur di pembaringan beliau. Dengan memakai sebuah mantel hijau yang biasa dipakai Rasulullaah untuk tidur. Hingga pagi datang, dalam penjagaan yang direncanakan dengan matang… para kafir Quraisy, baru menyadari kegagalan pengepungannya. “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di hadapan mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tak dapat melihat.” (QS Yasin:9) Rasuulullaah selamat…

Lalu… jiwa muda semacam apa, yang dimiliki seorang Ali. Mau melakukan hal yang diketahuinya membahayakan jiwa? Jawabannya adalah.. jiwa cinta. Pemuda Ali, mengetahui benar pengorbanan apa yang ia lakukan. Untuk siapa ia berbuat. Dan apa yang akan ia raih. Maka jiwanya, adalah secuil persembahan yang bisa ia beri. Demi sebuah janji besar. (Bagaimana denganmu, diriku…?)


~> Masih banyak yang lain…

Yang akan semakin menyadarkan kita… telah sampai di manakah… jiwa-jiwa kita. Hijrah macam apakah yang telah kita lakukan. Pengorbanan seindah apakah yang telah kita perbuat. Adakah sekali waktu, kita akan melepas setiap nikmat yang ada pada kita, untuk sebuah hijrah…?!? (menengok diriku)

Di manakah… jiwa cinta kita bersembunyi…?!? Kemanakah… jiwa merdeka kita menuju…?!? Dan kepada siapakah… Hati yang ta’at kita berikan…?!? (menanyai jiwaku)

Adakah surga telah dekat…?!? Semoga…

Hijrah… Hijrah… Hijrah sahabat… Mari Berhijrah…

*Sirah Nabawiyah (Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury)

Ditulis kembali dengan bahasa rasaku… Tanya padaku… Dan meneliti hatiku…

SELAMAT TAHUN BARU 1431 HIJRIYAH

Selasa, 15 Desember 2009

Sekolah Taman

Kaki-kaki lincah milik Hanifah, mengirngi langkah-langkah besar papa dan mama. Sejak dari rumah, Hanikfah di beritahu mama, bahwa hari ini mereka akan pergi melihat sekolah buat Hanifah. Mama juga bilang, kalau Hanifah mau sekolah. Hanifah akan punya teman yang banyak. Ia senang sekali mendengarnya. Makanya, sekarang gadis kecil berusia empat tahunan itu, dengan semangat menggandeng tangan mama dan papanya. Hanifah melompat-lompat sambil bergantungan pada kedua orang tuanya. Dan mata bulatnya, sibuk berkelana menikmati sekitarnya Di sepanjang jlan yang mereka lewati, tumbuh pohon-pohon besar, yang menaungi jalan aspal yang terlihat masih baru. Di sebelah kanan, di bawah pohon-pohon besra itu, tumbuh pula tanaman berbunga biru. Hanifah tersenyum. Warna kesukaanku. Hanifah juga melihat beberapa daun berwarna coklat yang turun sambil berputar-putar dari ranting pohon. Iiih, daunnya terbang, kayak helikopter. Mata Hanifah berbinar-binar. Tapi, sudah tiga menit mereka berjalan dari tempat parkir. Kok belum sampai juga. Pikir Hanifah. Sedari tadi ia berusaha menghitung langkah-langkah besar papa. Kayaknya sudah sampai satu juta langkah papa. Ini mau kemana sih ? Aku kan sudah tidak sabar. Hati Hanifah mulai bosan. Dan langkahnya mulai lelah.
Tiba-tiba Hanifah melepas genggaman tangan papa dan mama. Dia berhenti sejenak memegangi lututnya.
”Kenapa sayang ?” Tanya papanya.
”Pa, kok jauh banget ? Hanifah capek.” Hanifah meringis, sambil memandang wajah tegas dan teduh, di puncak tubuh yang menjulang tinggi milik papa.
”He he. Papa kira Hanifah nggak capek. Dari tadi papa perhatikan, Hanifah jalannya smabil lompat-lompat. Masih sanggup nggak?” Papa berjongkok di depannya. Diikuti oleh mamanya. Wajah bersih itu tersenyum.
”Masih sanggup. Tapi, papa mau nggak gendong Hanifah? Kayaknya enak digendong.” Kata Hanifah sambil nyengir.
”Udah pa, gendong aja. Masih lumayan jauh juga kan, jalannya.” Kata mama sambil memperbaiki jilbab merah mudanya.
”Iya deh.” Papa Hanifah membalikkan badan membelakangi Hanifah. Dan Hanifah segera melingkarkan tangannya di leher laki-laki dewasa idolanya itu. Mama mengikuti di belakang mereka.
”Wiiih. Hanifah jadi tinggi.”
Dua menit kemudian, mereka sampai di depan sebuah gerbang. Gerbang itu tidak terlalu tinggi. Di buat dari papan-papan besar berwarna coklat. Di dua sisi gerbang tumbuh dua pohon mangga yang menyejukkan suasana gerbang. Di salah satu daun pintu gerbang tergantung sebuah anyaman rotan yang dibentuk seperti matahari.
Hanifah menarik tangan mamanya, pelan ”Ma, itu tulisannya apa?” Tanya Hanifah. Ia penasaran melihat anyaman rotan itu, sebagian dicat hijau dan sebagian yang lain dicat biru. Dan di tengahnya ada huruf-huruf berwarna senada.
”Hijau-Biru.” Jawab mama.
”Kenapa tulisannya Hijau Biru, ma?” Tanya Hanifah, bingung.
Mama berpikir sejenak. ”Bagaimana kalau kita masuk, dan Hanifah bisa bertanya pada mereka yang ada di dalam....” Belum selesai kata-kata mamanya, Hanifah sudah melangkah duluan memasuki gerbang kokoh itu. Mama papa saling berpandangan sambil tersenyum mengikuti langkah putri mereka.
Sampai di dalam, Hanifah mempercepat langkah kakinya. ada sebuah bangunan seperti rumah di tengah kolam besar. Tapi bangunan itu dindingnya Cuma setinggi tubuhnya. Hanifah berdiri di ujung jembatan, yang menghubungkan jalan tempat ia berdiri dengan bangunan besar itu. Di dalam bangunan itu, terlihat beberapa anak sedang menggambar. Dan, masing-masing memiliki sebuah toples kaca di depannya. Sesekali mereka mengamati isi toples. Setelah itu kembali menarik garis-garis pada buku gambarnya.
”Subhanallah ! Bunda, kepompong saya, mulai terbuka.” Tiba-tiba, seorang anak laki-laki berteriak. Serentak anak-anak lain berhamburan, menghampirinya. Dan terdengar desah kekaguman, yang belum dipahami oleh Hanifah.
Ada apa sih ? Kepompong ? Benda apa itu ? Pikir Hanifah. Suatu saat nanti, aku mau melihat kepompong itu. Hanifah melanjutkan perjalanannya berkeliling. Ada beberapa bangunan lain, yang sama bsarnya dengan bangunan di tengah kolam. Tapi, ada satu yang paling besar. Bangunan-bangunan tersebut di bangun mengelilingi lapangan-lapangan kecil. Sebagian besar ditutupi rumput yang hijau segar. Kecuali, lapangan tengah. Yang hanya ditutupi pasir. Dan di atasnya ada mainan panjat-panjatan, yang dibuat dari tali-tali putih. Di lapangan-lapangan hijau itu, berdiri saung-saung kecil. Masing-masing taman, dihubungkan dengan jalan-jalan. Aku main panjatan aja ah. Hanifah menghampiri mama dan papa.
”Pa, Hanifah mau main ya ?” Kata Hanifah, sambil menunjuk ke lapangan pasir.
”Boleh. Tapi, Hanifah hanya bolah bermain di sekitar ini saja. Tidak keluar gerbang ya ?” Kata papa.
”Iya pa. Besok kita ke sini lagi ?” Hanifah balik bertanya.
”Insya Allah. Silakan Hanifah bermain. Mama dan papa mau ke kantor dulu ya. Itu, di bangunan yang berwarna biru.” Kata mama.
Hanifah menganggukkan kepala. Sesaat kemudian Hanifah sudah asik bermain. Pertama ia memanjat tangga tali, kemudian tiduran dan merangkak di jalinan tali yang seperti jaring laba-laba. Tidak lupa juga, Hanifah mencoba melewati terowongan panjang yang dibuat dari tiga buah drum plastik. Dan sebuah jembataj tali, yang selalu berayun setiap dilewati. Sudah puas bermain, Hanifah melihat ke bangunan biru yang ditunjuk mama tadi. Hmm, papa dan mama masih di dalam. Aku mau keliling lagi ah. Hanifah berlari, menuju ke sebuah tempat di dekat pagar pembatas. Di sana ada banyak kandang. Ia mendengar suara-suara yang berasal dari dalam bangunan – bengunan kecil dari bambu itu. Hanifah mendekati kandang-kandang tersebut. Wah, itu Kambing. Di sebelahnya ada kelinci, Marmut, Burung Kaka Tua, Seekor Kera dan beberapa jenis burung lain, yang di satukan dalam sebuah kandang. Mata Hanifah membesar. Di sini ada kebun binatangnya. Hanifah mengamati kandang-kandang itu satu persatu. Sambil mengajak bicara para penghuninya. Rata – rata dengan dialog yang sama. ”Hai, kamu lagi ngapain ?”
Setelah itu, Hanifah menjelajah kebelakang salah satu bangunan. Lima belas anak, sedang berada di sebuah kebun yang berpetak-petak. Mereka masing-masing membawa keranjang, menutup kepala dengan caping dan menggunakan sepatu boot berwarna-warni. Di petak pertama ada tanaman-tanaman tomat yang pada ranting-rantingnya telah bergantungan, buah-buah tomat yang matang dan ranum. Di petak ke dua, cabe-cabe talah memerah di pohonnya. Dan petak terakhir, ditumbuhi tanaman terong ungu yang belum bisa dipanen. Anak-anak itu, terlihat senang sekali memetik tomat dan cabe di kebun. Hanifah ingin sekali ikut bergabung. Tapi, boleh tidak ya, aku ikut bergabung? Pikir Hanifah. Ah, besok kan, kata mama mau ke sini lagi. Mungkin besok mereka tidak ada di kebun. Besok, aku mau memetik tomat- tomat itu juga. Hanifah meninggalkan kebun. Gadis cilik berjilbab biru itu mau menuju ke bangunan biru. Sambil melihat kegiatan di beberapa saung di lapangan yang mulai di isi oleh anak-anak. Ada yang sedang membaca, di saung yang paling jauh dari tempat Hanifah berjalan, terdengar sayup-sayup suara seorang anak yang sedang bernyanyi. Saat Hanifah menengok ke kiri, di belakang bangunan yang lain, Hanifah melihat beberapa pohon buah yang ranum, juga anak-anak yang sedang membuat pasar kecil di bawahnya. Mereka berjualan buah. Pembelinya orang dewasa.
”Assalamu’alaikum adik kecil.” Sebuah suara mengagetkan Hanifah.
”Wa’alaikumsalam.” Hanifah mengamati si pemilik suara. Seorang anak perempuan yang lebih besar darinya. Memakai baju panjang, jilbab kuning, sepatu boot dan membawa sebuah papan kecil yang didekapnya. Juga sebuah pensil yang siap menuliskan sesuatu. ”Kakak lagi bawa apa ?” Tanya Hanifah penasaran.
”Ini namanya papan scanner, kakak lagi mencatat warna-warna kesukaan semua orang hari ni. Warna kesukaan adik, apa? Eh, nama adik siapa sih?”
”Namaku Hanifah. Hanifah suka warna biru.” Jawab Hanifah mantap.
Anak perempuan itu mulai menulis. ”Hanifah, di kolom biru.”
”Lihat dong, kak.” Hanifah menjulurkan kepalanya. Anak perempuan itu sedikit membungkukkan tubuhnya. Sehingga Hanifah bisa melihat apa yang ia tulis.
”Nih, ini nama Hanifah. Terus, kakak beri tanda centang di kolom berwarna biru ini.” Katanya. Hanifah tersenyum senang karena namanya tertulis di papan itu. Walaupun ia sendiri belum bisa membaca. ”Terima kasih ya, dik.” Anak itu pun pergi dan menghampiri seorang anak laki-laki yang sedang membaca di bawah saung. ”Assalmu’alaikum. Warna kesukaan kamu apa?” Tanyanya dengan riang. Kemudian memncatat jawaban anak-laki-laki itu. Hanifah memandangi mereka. Suatu hari nanti, aku mau juga mencatat warna kesukaan orang.
Hanifah membelokkan pandangannya ke bangunan biru. Terlihat mama papanya sedang berpamitan pada seorang wanita yang sama tinggi dangan mama. Mama memeluk wanita tersebut. Kemudian papa menangkupkan ke dua tangannya di depan dada ke arah wanita yang sekarang berdiri di ambang pintu. Wanita itu juga melakukan hal yang sama. Hanifah segera berlari menghampiri mereka. Wanita itu sudah menghilang ke dalam bangunan biru. Papa membungkukkan badan, menyambut kedatangan Hanifah.
”Bagaimana Hanifah. Sudah main ke mana saja anak papa ini?” Papa memeluk Hanifah erat.
”Sudah ke situ, ke sana, sama ke belakang.” Kata Hanifah, sambil menunjuk ke beberapa tempat yang ia kunjungi tadi. Dan mereka mulai meninggalkan tempat itu. Pulang.
Sore harinya. Hafidz, kakak Hanifah yang baru pulang dari sekolah. Di sambut oleh celaotehan Hanifah, mengenai tempat yang mereka kunjungi tadi pagi. ”Kak Hafidz kak Hafidz. Tadi Hanifah di ajak mama sama papa ke tempat bagus lho. Ada panjatan dari tali, jaring laba-laba, kebun binatang, kebun tomat, sama apa lagi ya?” Hanifah mencoba mengingat sesuatu yang menarik. ”O iya, Hanifah tadi ditanya sama kakak-kakak. Dik, suka warna apa? Terus dicatat di papan kecil. Ada juga anak-anak yang punya ping-pong di dalam toples.” Cerita Hanifah dengan pe de-nya.
Hafidz yang sejak tadi hanya mendengar dan mengangguk. Menatap Hanifah dengan heran. ”Ping pong ? Ping pong kok di taruh di toples. Untuk apa ?”
”Untuk di gambar. Kan katanya ping pongnya udah mulai robek. Terus pada dilihat sama yang lain.”
”Ooo. Itu mungkin kepompong Hanifah. Dari kepompong yang robek itu akan keluar kupu-kupu.” Jelas Hafidz.
”Eh, iya. Kepompong. Kok, kak Hafidz bisa tau sih?” Tanya Hanifah.
”Kakak pernah belajar tentang kepompong dan kupu-kupu.” Mama dan papa yang sedari tadi duduk di ruang tamu, hanya tersenyum mendengarkan dialog kakak beradik itu.
”Belajar?” Hanifah jadi teringat sesuatu. ”Ma, tadi pagi katanya mau lihat sekolah. Kok kita Cuma pergi ke taman besar sih?” Tanya Hanifah.
”Lho, sekolah Hanifah nanti. Ya di taman besar itu sayang.” Jawab mama.
”Hah, itu sekolahnya. Yang ada kebun binatangnya?” Hanifah terkejut sekaligus heran. Soalnya, Hanifah pernah melihat sekolah yang ada di blok sebelah. Di sana Cuma ada gedung dan lapangan. Mamanya mengangguk. ”Yang ada pohon tomatnya?” Mamanya mengangguk lagi. ”Yang ada bangunan birunya?” Sekali lagi mama mengangguk. ”Hore hore... Hanifah mainan di sekolah taman tiap hari.” Hanifah berlari berkeliling sambil melompat riang. Mama, papa dan kak Hafidz tersenyum saling berpandangan. ”Sekolah taman?” Papa dan mama hanya mengedikkan bahu. Tapi, mereka juga senang. Berarti tidak perlu lagi membujuk Hanifah untuk bersekolah di Hijau-Biru. Alhamdulillah.

Minggu, 13 Desember 2009

Borneo-Q

Akhirnya perjalanan rihlah kami ke kota tepian dimulai...
Perjalanan 2-3 jam ke depan... adalah perjalanan yang selalu ku nantikan... Berkali-kali juga ke Samarinda. Tak pernah ku lewatkan ia dengan pejaman mata. Ia hijau...

Kalimantan... Hutan yang sebenarnya. Senang bisa dilahirkan di sini. Teringat masa kecilku... Aku menyaksikan bukit digunduli... Gunung menjadi rata... Takjub... saat itu... Hijau disekitarku, terkikis satu demi satu... Kalimantan... pulau kelahiranku...

Hampir sepanjang perjalan itu... Bisa terlihat olehku... pagar-pagar hidup nan kokoh... Pohon-pohon besar... yang mewakili hutan. Pokok-pokok ’sengon’... ha ha... nama pohon yang paling kukenali karena bentuknya yang memayung indah.

Setiap memandang ke tepi jalan... pada batang-batang yang rapat. Yang terbayang adalah hutan gelap. Yang dihuni tumbuhan bumi... padat.

Namun... setelah beberapa kali perjalananku... baru kusadari hari ini... bahwa dibalik pagar hijau itu... tak ada hijau lagi. Hanya sepuluh hingga 30 meter yang sempat kutangkap dengan bola mataku. Di belakangnya adalah ladang-ladang... bahkan dibeberapa tempat hanya gundul semata...

Topeng... Ternyata... Pagar hidup itu hanya topeng...

Teringat pada komentarku pada sebuah status teman: Bahwa aku dan rombongan tak bisa berhenti sholat di tengah jalan... tanggung... dan masih berada didalam gelap... pohooooooonnn semua.

Teman itu membalasnya... dan mengatakan... Jawa sama Kalimantan beda non... di Jawa mah hutan beton... jadi bisa berhenti di sebuah tempat... di tengah perjalanan.

Maluuu... ternyata hutanku tak sedahsyat itu...

Duhai penghuni pulau kelahiranku... Wahai pengurus Borneoku... Di manakah kalian? Akankah hijau itu menghilang dari penghujung pandang... Terhapus dari masa depan...

Kepada Kalimantanku... Terus hidupkan kehijauanmu... Bumi terus kembang kempis denganmu... Tanda kehidupan, masih mengiringinya... Borneo tercinta... Kaulah paru-paru utama... Dunia meminta kau untuk tetap membagi udara...

Tetaplah pakai topeng itu... Namun letakkan kembali isinya... Agar Hijau Borneoku selalu ada bagi dunia... Mari jaga bersama...

”Dan apabila dikatakan kepada mereka. ”Janganlah berbuat kerusakan dimuka bumi !” Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”
Ingatlah, Sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tapi mereka tidak menyadari” (Al-Baqarah: 11-12)

Semoga bisa memberi sebuah harapan bagi bumi... Untuk hidup... dan menghijau kembali... Amin...

Sabtu, 12 Desember 2009

Sapa Sang Malam

Apa kabar diri... Ketika aku datang... Tidakkah kau menemaniku...?? Saat temanku gelap menghampirimu... Apakah kau menyambutnya hangat... ??

Apa kabar diri... Apakah sepi telah menjadi sahabatmu...?? Ketika Sang Pemilik Semesta... Semakin dekat dengan mayapada...

Apa kabar diri... Jika kau memang merindui... Tidakkah kau terbangun di 1/3 sunyi...

Posting ini untukku... untukmu dan untuk kita... Semoga kitalah... Sahabat sang malam...
Di-copy dari status-status http://www.facebook.com/fiani.gee ... Ketika ia dibangkitkan dari kematian yang sejenak...

=)@ Wahai pr pburu cinta... Siapkan panah do'amu malam ini... Msukkan pluru tahajud pd sjatamu... Intailah cinta y disbunyikanNYA di balik bintang2 dng ruku'mu... Bidiklah cinta y diltakkanNYA di antara awan dng takbiratul ihram-mu... Arahkan panah sujudmu pd cinta y ditaruhNYA di skitar bulan... Dan snapan tahiyatmu k smua cinta y ditbarkanNYA pd sluruh galaxi di smesta... Mari pburu, Dpatkan Cinta malam ini...


=)@ Keheningan membujukku tuk bangun... Ia menawarkan kesyahduan malam... Kesunyian merayuku tuk bangkit... Ia ingin memberiku ketenangan jiwa... Kediaman menggodaku tuk sadar... Ia mengimingi keteduhan hati... Dan diriku pun terpedaya oleh bujuk rayu mereka... Hingga tertunduk pada Pencipta mereka. Pencipta Hening.. Sunyi.. Dan Diam... Tidakkah kau ?


=)@ Telah pudar 1/3 malam... Alhamdulillãh s4 terbangun... Hampir saja kehabisan waktu... Mencuri hati malam... Merajut mimpi pada sujud... Menderas aliran bening pada do'a... Jiwa2 kelana... Titip pintaku juga pada untai do'amu yaa...


=)@ Duhai para pelari... Arena malam telah digelar... Menunggu kaki2 kita menapakinya... Ia menunggu kita meninggalkan pejam... Ia menanti kita memutuskan lelap... Ia mengharap kita mengusir nyenyak... Aba2 malam menggetar sdh... Maka ayolah pelari... Keraskan juang malam ini... Ada finish yang harus dilewati... Mari... mengejar mimpi surgawi...


=)@Duhai Laskar Pemimpi... Cukuplah rehat raga mu... Tinggalkan bantal angan itu... Lepaskan guling lelapmu... Dan bukalah selimut khayalmu... Udara menyapamu... Terbanglah bersamaku... Kita mengangkasa bersama asa... Duhai Laskar Pemimpi... Mari menari dalam tarian sejati... Tarian do'a dan pengabdian insani... Di ujung sunyi ini... DIA Menanti...


=)@ Allãh... MalamMU tsenyum padaku... Btapa stiap AnugrahMU mhadirkan Psona tiada tanding... KuasaMU Mberiku nikmat tak ada banding... Jangan biarkan pikirku kering dr AsmaMU... Jangan izinkan diri jauh dr mengingatMU... Jangan pkenankan hati tak bgetar MnyebutMU... Aku milikMU... Dan dng KeindahanMU... Genggam setiap sel diriku... Agar kagum... Dan MendekatMU... Ãmîn.


=)@ Pada ujung sunyi... Pada tepi gelap... Mari Laskar malam... Bangkit dan berdiri... Menikmat ketenangan saat jiwa bermunajat... Dan keindahan hati saat ia bergetar hebat... Dalam Sholaat...

=)@ Kerja para pemburu cinta adalah... Do'a di sunyi malam... Dan Sujud di gelap syahdu... Ia bsnandung kasih dng hati... Dan mnyanyi rindu dng jiwa... Cinta itu usaha... Dan rindu itu bsegera...


=)@ Duhai para munsyid... Festival malam telah dibentangkan... Lampu2 bintang telah dinyalakan... Panggung 1/3 malam telah didirikan... Segera nyanyikan lagu KebesaranNYA pada takbirmu... Senandungkan nasyid KeagunganNYA pada ruku'mu... Dendangkan nada KemuliaanNYA dalam sujudmu... Biarkan irama KuasaNYA menyatukan raga, jiwa dan hati... Untuk menari... Sebuah tarian surgawi...


=)@ Duhai Pelukis asa... Telah Dia hamparkan kanvas penghujung malam... Gariskan di atasnya... Sebuah rangkaian cita... Telah pula Dia siapkan kuas hidupmu... Goreskan Dengannya untaian do'a... Gariskan warna2 istimewa... Dengan ruku' menghamba... Serta sujud dan airmata... Duhai pelukis asa... Biarkan warna hati menghiasi... Dan berikan warna jiwa dng cinta... Lukisanmu adalah persembahanmu...


=)@ Duhai lelap... Pergilah... Wahai nyenyak... Menjauhlah... Dan kau kantuk... Sudahlah... Kami ingin bangun... Mencuri Perhatian Sang Pemilik Dunia... Mdapat Rahmat dr Sang Pencipta manusia... Mjaring Cinta Sang Penguasa mayapada... Mgapai Ridho Sang Raja semesta... Duhai tidur... Hentilah... Sebelum kami kehabisan waktu... Untuk mnyampaikan rindu... Dalam sunyi... DIA menanti...


=)@Wahai sang pcerita... Adakah alur malam y akan kau kisahkan?! Ttg adegan-adegan antara ksunyian d takbiratul ikhram... Mngenai dialog2 antara dingin udara dan ruku' sang hamba... Atau hnya sbuah monolog dlm sujud sukarela... Kisahkanlah pd khidupan gelap... Agar phuni gulita mengerti... Btapa drama malam ini... Adlh drama bagi Dzat Ilahi... Agar para makhluk bs bersaksi... atas drama pengabdian ini...


=)@Gelap ini hampir usai... Diputus terang... Senandung dzikir mengiring malam kembali keperaduan... Dan insan beriman... Sebaiknya menguatkan mujahadahnya... Untuk mencuri Perhatian Sang Maha Cinta... Dengan sujud2 menghamba... Agar kembali ke dunia insani... tanpa merugi... Dan DIA selalu menanti... Kita kembali... Menyerah diri...


=)@Wahai Indonesia... Bngkitlah... Malam mnyrumu tuk kbali mngukir asa... Akankah kau gores pd gelap... Sjarah indah ttg harapan... Ia mdayu pada kidung-kidung sunyi... Mnguap mnuju langit... Dan trungkap pintunya hnya dng sujud... Sdngkan Palestina... mlawan musuhnya... Dng snjata do'a d peluru tahajud... Maka muntahkan amunisi malam ini... Kita harus bisa... Harapan msh ada...


=)@Duhai para pejuang... Drita bangun adlh pd draan kantuk... Ia mrayumu untk mundur dan lelap... Malas adlh onak duri... Y menghalangimu... Untuk mnyerah dan lemah... Musuh jiwa adlh syaithan yang nyata... Mgiringmu untuk kalah d tidur yang lena... D mereka hrus kcewa malam ini... Sperti kmrn d esok nanti... Bawa luka2 prangmu... D biarkan Sang Maha Pnyembuh Mngobatinya... Dng Basuhan CINTA...


=)@Mengalirkan do'a pada arus hening... Menghanyutkan asa di ombak sunyi... Menderaskan harap pada gelombang sepi... Hentilah di samudra ini... Pada ujung diam di tepi malam... Untuk menyelami samudra penghambaan...


=)@ Menderaskan pinta... Seiring nyanyian sang hujan... Pecah sudah hening... Namun syahdu percik air menyentuh lantai bumi... Membuncah rasa... Mencurah asa... BerSama hujan teriring RahmatNYA... Allãh sedang menurunkan Cinta... Mari gembira...


=)@ Sang gelap mengheningkan cipta... Dan kaca bening pecah berderai... Kesyahduan sunyi memaksa insani memerah rasa... Tak ingin jatuh pada kecewa... Melewati masa sepi tanpa arti... Sedangkan telah ditaburkan sejuta cinta pada lekuk-lekuk malam... Dan engkaulah pejuang... Segera kumpulkan cinta... Sebanyak kau bisa...

=)@ Dan malampun gulita... Kau hentak kami dari selimut gelap... Kau tepuk kami dari lena lelap... Dalam sunyi... Ketika musuh2Mu mengintai kami... Satukan kami dalam asa malam... Smg ia menjadi peluru... Himpunkan kami pada sujud panjang... Dan jadikan ia sebuah sejata... Buka pintu langitMU Rabbana... Harap ini kan mengangkasa... Ãmïn... Duhai pejuang mari satukan... butiran do'a...


=)@ Wahai Pecandu sujud... Berlehalah pada udara pengabdian... Kemudian terlena pada detik-detik penghambaan... Ia memabukkanmu pada sebuah Cinta... Dan menerbangkanmu ke rengkuh kasih Sang Kekasih... Khawatirmu, dihilangkan... IA pula Menenangkan... Kau datang dengan tanya... Dan pergi tanpa hampa... Sebuah jawaban penyejuk... Dalam sebuah sujud... Dan tiada lagi ragu... Dan resah di hatiku...


=)@ Wahai kelana dunia... Tempalah raga pada 1/3 sunyi... Dengan mencabut darinya sebuah lelap... Dan merampas selembar kantuknya... Lalu paksakan jasad itu mendemonstrasikan cinta... Menampilkan atraksi rasa... Pada sebuah psinggahan rindu... Namun jangan biar raga bsendiri... Dalam psembahannya... Sandingkan ia dng hati dan jiwa... Pada sebuah pelaminan hamba...


=)@ Bersama tarian sang hujan... Siapakah Fulan... Yang dibangunkan, kemudian tahajud? Siapakah Fulana, yang merendah mengharap hikmah dlm sujud? Fulan dan Fulana... Malam ini ada cinta di hati mereka... Tjalin pd sbuah titik rasa... Cita bsar pd asa... Rindu syahdu dlm do'a... Fulan d Fulana... Sdang jatuh cinta... Pada Sang Mahasegala... Rabbanã... Aku juga ingin jatuh CINTA...

Duhai malam... tariklah kami... menuju Pesona Tertinggi...

Jama'ah Angsa


Bunga hikmah ini, ku petik dari sebuah TAMAN... Semoga dapat kau ciumWANGInya... Semoga bisa kau lihat warna SEGARnya... Semoga berhasil kau rasakan KEINDAHANnya... Amin

Angsa bertasbih dengan caranya...

Bukalah Kitab Suciimu... Jelajahi dengan jarimu... Hingga kau temukan ayat ini...

"Tidakkah engkau (Muhammad) tahu. Bahwa kepada Allaah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh telah mengetahui (cara) berdo'a dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan" ( Qur'an Surah 24 : 41 )


Sekelompok Angsa terbang...Mereka harus pindah menghindari musim dingin yang akan segera datang... Semua Angsa, patuh... Karena... jika tidak, dia akan terperangkap di musim dingin. Dan mati.

Maka... berangkatlah Angsa-angsa itu.

Mereka terbang dengan barisan rapi. Membentuk huruf V. Formasi ini, mempermudah mereka menembus angin. Mereka memiliki niat yang sama. Arah yang sama. Karena... Dengan bersama... akan lebih mudah dan cepat mencapai tempat tujuan.

Di tengah penerbangan, salah satu dari Angsa itu memisahkan diri. Mungkin berpikir... Mengapa harus melakukan penerbangan sejauh ini.

Melelahkan... ia merasa bosan pula berada di dalam formasi itu. Namun, Angin menyulitkannya... Tak ada teman yang di dekatnya yang membantunya memecah udara...

Akhirnya... ia kembali ke formasi... dan mendapat dukungan dalam penerbangan jama'i...

Sang pemimpin, yang sedari awal berada di depan, menjadi tameng udara bagi teman-temannya... Dalam waktu tertentu, akan memutar ke belakang... menjadi Angsa yang terpimpin. Dan Angsa lain menggantikan posisinya di depan.

Tak ada yang mengeluh... "Aku pemimpin, mengapa sekarang di belakang...??" Atau "Aku di belakang saja. Berat rasanya jadi pemimpin." Sepertinya, tak ada kalimat itu dalam kamus JAMA'AH ANGSA. Peran mereka bisa bergantian. Karena masing-masing Angsa memiliki keunikan. Subhaanallaah...

Selama penerbangan berlangsung... Angsa-angsa di belakang, mengeluarkan suara riuh rendah. Seperti memberi motivasi... yel-yel Angsa... untuk menyemangati barisan terdepan. "Ayo... Ayo...!"
Allaahu Akbar..!

Dalam penerbangan jauh itu pun... Tak lepas dari halangan dan rintangan... Seekor Angsa, bisa saja sakit, terluka atau tertembak... Angsa itu pun akan keluar dari formasi. Turun beristirahat...

Namun..., Angsa itu tidak di biarkan sendiri dalam kesulitan, oleh Angsa yang lain. Karena kemudian, dua ekor Angsa bertugas mengawalnya, menjaga, dan melindunginya hingga sembuh. Dan mereka pun menyusul kembali saudara-saudara mereka... Selalu bersama... dalam suka dan dukanya... Subahaanallaah...

Beberapa Fakta, tentang JAMA'AH ANGSA...
Yang kurangkai dalam cerita sederhana...
Walaupun mungkin sudah ada yang pernah mendengarnya...

Teruslah berkarya... wahai JAMA'AH ANGSA...

Kamis, 10 Desember 2009

Jelajah Aksara

Sahabat..., baru saja diriku menelusuri catatan-catatanmu.... Meski tak semua...



Banyak menemukan sumur-sumur yang bening... Yang isinya menghilangkan dahaga... Bila kau siramkan ke hatimu... Seketika bersih dari noda... Hilang sangka... Tak percaya...



Hampir setiap malam, diriku mencoba. Menapak tilasi setiap kata pada catatanmu...



Seringkali ku mendapati... Bunga-bunga seri... Dengan mahkotanya... merayu setiap rasa untuk menciumnya dng sungguh... Menggoda seluruh jiwa untuk memetik tiap aksara... Mendalami warnanya dng cinta...



Dalam kantukku... Terus kuraba setiap kata... Mencoba menggali makna... Sedalam aku bisa...



Seperti malam2 sebelumnya... Diriku pun menyeberangi samudra2... Yang memaksaku berenang dng senang... Menyelam hingga dalam... Dan digulung oleh kalimat2 berombak... Pula beberapa riak... Diriku bernafas di dalamnya... Setia... Karena samudra2 itu... Menawan hatiku...



Dalam penjelajahanku di malam-malam itu...



Ku dapati Gunung-gunung meninggi... Ketinggiannya Mencuri hati... Menarik kaki kecilku tuk mendaki... Memandangi lembah indah... Menatap tajam puncaknya yang gagah... Dihiasi aliran sungai... Gunung2 itu membelengguku... Puncaknya meneriakkan asa padaku... Hingga terus ku mendaki...


Penjelajahan ini tak kan ku henti... Ia seruuu... Mengasikkan... T O P B G T...
=D



tak peduli letih..., aku tetap ingin menemukan sumur2 itu...



tak peduli lelah... Aku mau terus memetik bunga-bunga itu...



tak akan bosan... Menenggelamkan diri pada samudra-samudra itu...



dan tak akan jeri... Mendaki Gunung-gunung tinggi...



Sahabat... Catatanmu... Melengkapi petualangan malamku... Menerbangkan asa... Meninggikan rasa... Dan Melembutkan jiwa... Terimakasih sahabat... Teruslah membagi aksara...

Rabu, 02 Desember 2009

Babak sepenggal... Antara Brazil-Portugal...

Baru saja menyaksikan… sebagian babak dari sebuah olah raga. Seperti sepak bola. Tapi dengan pasir putihnya. Tak familiar dengan olah raga ini. Jadi kusimpulkan… namanya adalah Sepak Bola Pantai… Kalau salah… tulis aja di komen yaa…. ^_^

Ingin sedikit menuliskan… apa yang kudapat dari sejenak babak itu. Ingin menghubungkannya dengan kehidupan. Ada banyak peran. Macam-macam lakon. Demi satu tujuan… Kemenangan…

Yang tersorot oleh kamera… adalah… empat penggiring bola (mungkin posisi mereka sebutannya sama dengan yang di sepak bola ya) ada striker dan back… Yang lain kipper… juga penonton. Semuanya ingin merasakan nikmatnya kemenangan.

Demi kemenangan… back dan striker… berusaha menggiring bola mendekati gawang. Dengan segala usaha. Ditendang… memberikan sebuah usaha penting, untuk bisa sampai pada kata ‘gol’. Dioper… ketika mengalami kesulitan, atau dirasa perlu untuk melakukan kerjasama yang mampu menembus pertahanan lawan. Disundul… usaha lain, yang harus dilakukan. Jika pada masa-masa tertentu… tak memungkinkan untuk menggunakan kaki.

Demi kemenangan pula… pemain harus menyadari. Bahwa untuk sebuah gol saja. Tak akan semudah yang diduga. Ada ancaman… yang dapat menyebabkan kekalahan. Ada rintangan yang harus dilalui. Ada kelemahan… yang akan menjadi perhatian lawan. Yang jika tidak diwaspadai. Maka akan membuat kekalahan… datang tanpa ampun. Maka pemain… harus melakukan usaha terbaik… untuk dapat merontokkan rintangan. Dan menghancurkan ancaman. Agar tak menjadi biang dari datangnya kekalahan.

Demi kemenangan… Kiper pula tak rela, jika gawang yang dijaganya digetarkan oleh datangnya bola dari lawan. Jika bola datang, tinggi di atasnya… ia akan melompat sekuat tenaga… jauh dari kemampuannya yang biasa. Dia juga mungkin melakukan lompatan ke samping… yang jika dalam gerakan lambat… akan terlihat seperti melayang. Ia akan melakukan usaha yang boleh dilakukan untuk menghalangi masuknya bola, ke dalam wilayah kekuasaannya. Ia jungkir balik… Menendang bola kembali menjauh dari gawangnya.

Dan demi kemenangan… penonton berteriak tanpa memperdulikan sakit di lehernya. Mereka menari… mendendangkan lagu-lagu… yel-yel motivasi… dan lain-lain. Demi menyemangati tim kesayangannya. Mereka memakai kostum-kostum menarik… yang lucu… aneh… dan warna-warni. Mereka merasa perlu… melakukan sesuatu yang terbaik. Meskipun… tidak secara langsung, dapat menyarangkan bola.

Posisi mereka berbeda… Tujuannyalah yang sama. Dan usaha mereka berbeda… Maksimalisasinya-lah yang sama. Hasilnya adalah… Kemenangan kolektif…

~~~~~~~~ Begitulah kehidupan ~~~~~~~~~ Siapapun kita ~~~~~~~~~~~~~ Menjadi apapun kita ~~~~~~~~~~ Mari memaksimalkanlah kerja ~~~~~~~~~~ Kita adalah “TEAM” ~~~~~~~~ Dalam usaha ~~~~~~ menjadikan dunia ini lebih baik ~~~~~~~~~ Berbuat sebaik-baiknya ~~~~ Meski dengan satu yang kita mampu ~~~~~~~~~~~~~ Atau dengan dua yang kita punya ~~~~~~~ Kemenangan bersama ~~~~~ selalu lebih bermakna ~~~~~~~~~~~ Insya Allaah ~~~~~

Belang tiga rambut si kucing… Ini bukan sembarang link… Di-klik ding… ^_^

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda
 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase