Selasa, 26 Oktober 2010

Semangat Ramadhan "Paman Tersayang, Paman Yang Malang"

Enam Ramadhan

Ketika dakwah terang-terangan dimulai. Rasuulullaah mengumpulkan semua kerabatnya. Karena telah datang perintah kepada manusia mulia itu berupa wahyu,

”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.” (QS Asy Syu’ara:214)


Diundanglah kerabat beliau, yang kemudian hadir atas undangan itu empat puluh lima orang. Namun, sebelum beliau sempat berkata, bicaralah Abu Lahab,

“… Jika engkau tetap bertahan pada urusanmu ini, maka itu lebih mudah bagi mereka dari pada seluruh kabilah Quraisy menerkammu dan semua bangsa Arab ikut campur tangan. Engkau tidak pernah melihat seorang dari Bani bapaknya yang pernah berbuat macam-macam seperti engkau perbuat saat ini…”

Hari itu, Rasuulullaah hanya diam dan tidak bicara apapun. Kemudian diundanglah kembali kerabat-kerabat beliau itu. Lalu Rasuulullaah bersabda,

”Segala puji bagi Allaah dan aku memuji-Nya, memohon pertolongan, percaya dan tawakkal kepada-Nya. Aku bersaksi, bahwa tiada Ilah selain Allaah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.”

Hari itu, beliau bicara pada mereka tentang kematian dan hari perhitungan. Kemudian Abu Thalib berkata,

”... lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allaah, aku senantiasa akan menjaga dan melindungimu...”

Mendengar itu, Abu Lahab berkata,

“Demi Allaah, ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan terhadap dirinya sebelum orang lain yang melakukannya.”

Dibalas oleh Abu Thalib,

“Demi Allaah, kami tetap akan melindungi selagi kami masih hidup.”

Abu Thalib, seorang paman yang menyayangi Rasuulullaah. Jika kau mencarinya, temukan namanya pada barisan pembela Rasuulullaah. Karena keberadaan Abu Thalib, kaum Quraisy tak bisa berbuat lebih banyak untuk menjatuhkan sang Khatamul Anbiyaa.

Kaum, Quraisy, datang berkali-kali menemui Abu Thalib. Membujuknya, untuk menyerahkan keponakannya tercinta untuk dihukum, karena telah melecehkan agama nenek moyang mereka. Namun, beberapa kali pula mereka harus pulang dengan tangan hampa. Karena Abu Thalib menolak permintaan mereka dengan halus.

Hingga satu ketika, Quraisy mendatangi kembali Abu Thalib dengan sebuah ancaman dalam perkataan mereka,

”... maka hentikanlah dia, atau kami menganggapmu dalam pihak dia, hingga salah satu dari kedua belah pihak di antara kita binasa.”

Perkataan itu cukup menggetarkan bagi Abu Thalib. Maka ia mencoba menemui Raasulullaah, dan menyampaikan perkataan para Quraisy itu, sambil membujuk Rasuulullaah,

”... Maka hentikanlah demi diriku dan dirimu sendiri. Janganlah engkau membebaniku sesuatu di luar kesanggupanku.”

Mendengar itu, Rasuulullaah bersabda,

”Wahai pamanku, demi Allaah, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan agama ini, hingga Allaah memenangkannya atau aku ikut binasa karenanya, maka aku tidak akan meninggalkannya.”


Sang pamanpun menangis dan akhirnya, tetap mendukung Rasuulullaah untuk terus berdakwah. Tercurah rasa Abu Thalib dalam sebuah sya’ir,

Demi Allaah,
Mereka semua tidak akan bisa menjamah
Tampakkanlah urusanmu dan jangan kurangi
Pilihlah yang engkau sukai dan senangi

Setelah itu, para Quraisy terus membujuk Abu Thalib dan terus saja di tolak olehnya. Hal ini membuat Quraisy sangat jengkel dan melakukan boikot terhadap keluarga Abu Thalib. Hingga mereka hidup menderita. Karena, para kafir itu mengisolasi Makkah, agar tak ada makanan dan barang-barang yang lain bisa dinikmati oleh Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib.

Kunjungan terakhir para Quraisy terhadap Abu Thalib, membawa Rasuulullaah untuk bertemu dengan para pemukanya. Mereka menawarkan sesuatu demi Rasuulullaah menghentikan dakwahnya. Namun, mereka malah dibujuk oleh Rasuulullaah untuk tunduk dan mengucap satu kalimat yang kan membuat mereka mampu menjadi raja-raja bagi para keturunan Arab dan non-Arab. Yaitu mengucapkan kalimat, ”Laa Ilaaha illallaah.” dan hasilnya, mereka malah mengejek beliau, kemudian pergi meninggalkan beliau.

Rasuulullaah, terus melakukan syi’ar di bawah nama besar Abu Thalib di antara kaumnya.

Hingga tiba masa kematian bagi Abu Thalib. Kala itu datang di sisinya ada Rasuulullaah dan beberapa kerabat. Termasuk Abu Jahal dan Abdullaah bin Abu Umayyah.

Rasuulullaah mencoba membujuk sang paman,

”Wahai paman, ucapkanlah ’Laa ilaaha illallaah’, satu kalimat yang dapat kau jadikan hujjah di hadapan Allaah.”

Namun, selalu di sela oleh Abu Jahal dan Abdullaah bin Abu Umayyah, dengan berkata,

”Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak menyukai agama Abdul Muththalib..?”, demikian terus berulang-ulang.

Hingga Abu Thalib meninggal dengan menyatakan,

”Tetap berada pada agama Abdul Muththalib.”

Kemudian Rasuulullaah bersabda,

”Aku benar-benar akan memohon ampunan bagimu wahai paman selagi aku tidak dilarang melakukannya.”

Lalu turunlah ayat ini,

”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allaah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesuadah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam.” (QS At Taubah : 113)

*Maka masuk nerakalah seorang baik, bernama Abu Thalib.. Karena, dia tidak mau bertawhid.. Na’uudzubillaah..

Minggu, 24 Oktober 2010

Semangat Ramadhan "Bisik-Bisik Tetangga (Ups.. Salah) Bisik-Bisik Syaithan"

Lima Ramadhan

Terbangun oleh alarm HP yang menyenandungkan Asma’ul Husna. Sang kelana iman, lega bisa terbangun. Ia sangat khawatir akan terlewat waktu-waktu tepat untuk bermunajat. Badannya segar, meski tidur sedikit. Berkualitas, insyaa Allaah. Semoga Allaah ridha.

Menuruni tangga menuju pancuran wudhu. Melewati kamar-kamar keluarganya yang belum terbangun

(Weits.. keren kali kau. Bangun lebih cepat dari yang lain. Tak peduli dingin merasuki tulangmu. Hebat kau. Sedang yang lain masih lelap berbalut selimut. Kau bangun. Mereka memang tak lebih baik darimu.)


ASTAGHFIRULLAAH..!!

Berwudhulah ia, setelah membersihkan diri. Aliran air membasahi setiap bagian wudhunya dengan baik. Tangan, wajah, kaki, kepala dan telinganya terasa segar. Ia akan menghadap Yang Maha Suci. Hingga haruslah dirinya dalam keadaan suci. Kemudian kembali kedalam kamarnya yang sederhana. Menghadaplah ia kepada Sang Kekasih jiwa. Merayu penuh rindu, atas pertemuan yang terindah dengan-Nya. Mengharap penuh asa, atas limpahan rahmat yang tiada henti dari-Nya. Mencoba mengungkap cintanya, lewat dialog hati nan penuh iman. Air matanya menderas demi memohon ampunan atas setiap salah dan dosa. Hingga tenang setiap sudut rasa, atas taubat yang diucap, seiring dengan sesal tiada tara.

(Mantaaaaaaaab euy. Shalat malam yang luar biasa ya. Kau berhasil menangis lagi kali ini. Shalat dengan banyak raka’at, tanpa ngantuk. Allaah pasti akan puji kau kepada para penghuni langit. Terkenal kau di sana. Memang, kau ini hamba shalih. Puas ya)



ASTAGHFIRULLAAH..!!

Masih ada waktu 30 menit untuk tilawah. Maka dibukalah mushab kesayangannya. Mushab yang telah menemani perjalanan hidayahnya. Dibacanya dengan tartil. Hingga tak terlewat satupun huruf, kecuali dibacanya dengan teliti dan benar. Suaranya merdu, demi memenuhi adab terhadap sahabat tercintanya, al qur’an. Hilanglah gundah yang seharian kemarin dirasa. Pergilah sedih yang merusak suasana jiwa. Berlalulah semua tak enak, yang sempat mengguncang semangat yang menggelora.

(Wew.. cantik nian suara tu. Pastilah telah bercahaya rumahmu ini terlihat dari langit. Bak bintang yang bersinar terang. Satu juz pula berhasil selesai lagi. Makin cepat ya. Muslim memang harus begitu. Jika ka uterus rajin begini, kau pasti mengalahkan temanmu yang lain. Yaaah.. khatam tiga atau empat kalilah. Pokoknya, tilawahnya laju. Banyak jelmpol buat kau)


ASTAGHFIRULLAAH..!!

Sahur. Syukurlah, berhasil menyantap hidangan, tanpa memenuhi perut dengannya. Harus ada bagian untuk tempat makanan, minuman dan udara. Alhamdulillaah.

Adzan subuh pun berkumandang. Seusai bedug menyenandung “Dug.. dug.. dug..dug..dug..” Shalat shubuh dilanjutkan lagi dengan tilawah. Terlewatlah kembali satu juz itu. Langit telah mulai tersigkap gelapnya. Diambillah buku dzikir hariannya. Menemani pagi dan petangnya untuk senantiasa mengingat Penciptanya.

The Big Agenda. 10 jam, 10 juz. What an idea !! Demi menjajal kemampuan seorang hamba. Di kala biasanya, sanggup duduk di depan TV ber-jam-jam, atau di depan computer seharian. Maka sanggupkah, bila 10 jam, kau duduk bersama al qur,an..?? (Sanggup.. tidak.. sanggup.. tidak.. sanggup.. tidak) Hu hu hu. Bismillaah. Bersama ratusan saudara yang lain. Melanjutkan bacaan sendiri-sendiri, dengan target 10 juz.

(WOW..!! Cakeeeeeeep. Meskipun tak berhasil dengan sepuluh juz, karena sambil diisi oleh dua taujih. Tapi, hari ini, kau berhasil selesaikan lebih dari target bacaanmu sehari. Wuiiiiih.. Lihat yang lain, mungkin tidak lebih banyak bacaan qur’an mereka hari ini)


ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!! ASTAGHFIRULLAAH..!!

*****@*****

Kala kita, mulai dapat menolak setiap maksiyat
Menghijabi hati dari keinginan diri nan tak sejati
Menahan setiap tarikan dunia yang memagneti jiwa
Agar goyah dan limbung terbawa harap tuk puas rasa

Maka sang penggoda tak kan datang dengan tujuan mengajak kita
Bertemu dengan hal itu.
Namun ia membawa kita
Untuk bangga dengan amal
Ujub dengan ibadah
Takabur dengan kebaikan dan ilmu


*****@*****

(Hohohoho.. kau tau ternyata ya. Strategi ’perjuangan’-ku. Kau benar-benar, muslim tangguh. Suatu saat kau mestinya bisa lebih baik dari siapapun.. Hohohoho)


ASTAGHFIRULLAAH..!! A’UUDZUBILLAAHIMINASY SYAITHAANIRRAJIIM..

Jumat, 08 Oktober 2010

Semangat Ramadhan "Saling Menjaga"

Empat Ramadhan

Kita mulai dengan pertanyaan..
Mengapa kita harus memakai helm..? Mengapa ada aturan untuk memakai seatbelt..? Mengapa dipasang lampu lalu lintas di simpang jalan..? Mengapa banyak rambu-rambu lalulintas..? Mengapa.. dan banyak lagi pertanyaan mengapa yang bisa kita tanyakan, demi menjawab semua hal yang membuat kita merasa terbebani dengan kewajiban-kewajiban yang mesti kita penuhi itu. Hmm.. kewajiban..?? kira-kira, berdosa nggak ya, kalau ga pakai helm.. (Mmm.. bisa banyak nih jawabannya) Monggo yang berkompeten untuk menjawab. Pak polisi, polwan, ustadz, ustadzah, para faqihin. ^_^

Peraturan-peraturan semacam itu, tentu tidak dibuat sekejap, seperti main sulap. Tring..!! Pakai helm. Tring..!! Pakai seatbelt. Tring..!! Lampu lalu lintas. Hohoho.. Namun, semuanya sudah dirancang sedemikian rupa demi tujuan-tujuan umum dan khusus tentunya. Jika hendak diambil tujuannya secara umum adalah, sebuah perhatian terhadap para pengendara, satu bentuk penghargaan terhadap jiwa, aturan yang dibuat demi menjaga setiap pengendara dari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, kecelakaan yang fatal misalnya.

Toh, masih saja ada, yang naik motor tanpa helm, yang paling sering nih ya, kalau hari jum’at tu, adalah hari tanpa helm se-indonesia. Mau Jum’atan, tidak merasa perlu untuk memakai helm. (tapi, masih ada yang pakai kok) Jika peraturan dibuat untuk menjaga pengendara dan melindungi mereka dari fatalnya akibat kecelakaan, maka ternyata banyak di antara kita yang dirinya sendiri, tidak merasa perlu untuk menjaga keselamatannya serta tidak merasa harus untuk menghargai nyawanya.

Bercermin dari pembukaan yang cukup panjang di atas itu.

Bahwa perempuan, kehidupannya seperti barang elektronik. Telah disertakan bersamanya, buku petunjuk-petunjuk. Bagaimana caranya, agar suaranya bening, gambarnya jernih. Langkah-langkah apa yang mesti dilakukan, jika ia mengalami gangguan, berapa tahunkah garansinya. (kalau wanita, mungkin garansi seumur hidup ya) Tapi, begitulah.. petunjuk-petunjuk itu dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan dan penjagaannya untuk tetap dalam keadaan cantik, bagus dan sesuai dengan yang diharapkan.

Masalahnya adalah, tak semua perempuan mau dilindungi. Tidak semua muslimah, berkenan untuk diatur dan tidak semua tulang rusuk ini, mau diluruskan, serta tak banyak yang bersedia dengan rela menjadi hamba yang ta’at. Ketika petunjuk hidupnya menyuruhnya menutup aurat. Malah sebagian mereka dengan senang hati menjadi bahan tontonan. Sedihnya lagi, ini dikonsumsi oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung perempuan-perempuan muslimah ini. Yaitu, para lelaki yang di antaranya adalah muslim. Mereka mungkin tidak berpikir tentang siapa itu perempuan. Perempuan adalah, siapa yang mereka sebut, ibu. Perempuan adalah, seseorang yang mereka sebut istri. Perempuan adalah, mereka yang di sebut adik, kakak, bibi, bude dan perempuan adalah sebagian dari keluarga mereka. Jika saja mereka tempatkan perempuan adalah perempuan yang seharusnya, maka tentu hal ini tidak akan terjadi. Perempuannya, menghargai dirinya sendiri. Lelakinya, ikut menghargai perempuannya. Toh nyaman, aman, sedap dirasakan, tidak menyedihkan, jauh dari kejadian mengerikan.

Tentu kita tau, masalah apa yang terjadi karena hal mengumbar aurat ini. Selingkuh, bisa berawal dari hal ini. Perlakuan tidak senonoh, bisa muncul dari hal ini pula. Kejadian kecil ataupun besar yang terjadi antara perempuan dan laki-laki, sangat mungkin akan berawal dari masalah ini. Menutup aurat.

Baca kisah pendekku ini..

Sungguh.. hari ini, aku tersanjung. Kala ashar tiba, kami sedang bersiap memakai mukena. Hijab yang terpasang untuk shaf perempuan, hanya ada di bagian depan. Sehingga, dari bagian samping yang terbuka, jika para lelaki melaluinya, maka tampaklah kami. Dan seorang lelaki, melaluinya hingga tak sengaja memandang ke arah shaf kami, kemudian ia menunduk dan menarik beberapa hijab untuk menutupi kami dari pandangannya. Lelaki luar biasa. Bila maksudnya untuk menjaga pandangannya, maka pandangannya selamat. Jika maksudnya untuk menjaga kami dari pandangannya, maka kami pun.. selamat. Sedangkan kami, sungguh tidak menyadarinya. Sekali lagi, aku tersanjung.

Begitulah saudariku.. begitulah saudaraku..

Tidakkah saudariku, kau lebih tersanjung, bila tak seorang lelakipun menatapmu. Kecuali telah halal antara kau dan lelaki itu. Tidakkan saudariku, kau lebih merasa terpuji, bila tak seorang lelakipun menyentuhmu. Kecuali lelaki tersebut adalah suamimu. Tidakkah saudariku, kau lebih merasa berharga, ketika tidak seorang lelakipun memuji kecantikanmu dengan penuh rayu. Kecuali telah terikat jalinan suci antara lelaki itu dan dirimu. Tidakkah saudariku, kau ingin Pencipta-mu menatapmu dengan penuh kecintaan.

Tidakkah saudaraku, kau lebih gagah, bila yang kau pandang adalah yang halal bagimu. Tidakkah saudaraku, kau lebih hebat, bila yang kau sentuh adalah istrimu. Tidakkah saudaraku, kau sama dengan lelaki luar biasa itu, bila yang kau puji adalah siapa yang telah kau ikat dengan janji sucimu. Tidakkah saudaraku, kau ingin Pencipta-mu memelukmu dengan penuh kecintaan pula.

Perempuannya menjaga diri, hingga terjaga dari lelaki. Dan yang lelaki menjaga diri, hingga terjaga dari perempuan.

Menantilah dengan sabar.. hingga semuanya.. halal. 

Semangat Ramadhan "Sampaikan.. Sampaikan"

Tiga Ramadhan

Hari sekolah pertama di Ramadhan. Mencoba menghilangkan kebiasaan ngebut. Hari ini, berjalan pelan dan santai saja. Saat yang lain sibuk berkejaran dengan waktu. Hufft.. menahaaaaaaaaaan diri. Hingga akhirnya sampai di sekolah dan berhasil menjadi juara pertama. Hah..?? Jam berapa nih..?? Apa diriku salah hari ya..?? Atau, masuknya memang lebih siang..?? Padahal, biasanya jam segini dah banyak teman kecil yang bermain-main di halaman. hehe. Sekolah masih kosong. Baru seorang teman kecil yang sudah lebih dulu diantar oleh papanya. Eh..?? aku ga jadi nomor satu deeh. :D

Karena hari Jum’at, kami pulang jam 09:30. Lebih cepat dari hari-hari lainnya dan lebih cepat dari hari Jum’at yang biasanya.

Berniat, untuk kembali menikmati suasana rumah Allaah. Menjadikan Al Ikhwan sebagai tujuan kali ini. Insyaa Allaah sambil menanti ashar di sana. Alhamdulillaah kendaraan yang parkir baru dua buah motor. Melangkah ke pintu masuk. Waaaaaaaaaaaaa.. banyak ikhwan. Pada tiduran lagi di dalam dan di depan pintu masjid. Jadi tidak bisa masuk. Rumah Allaah jadi dirasa tak nyaman, kalau buat tiduran gitu. Apalagi bagi wanita, (ciee wanita.. lho?? Memang apa..??) yang juga ingin merasakan berada di Masjid seperti diriku ini. (pendapat sendiri) Menurutku siih, tidak masalah ya. Tapi, sekedar saran saja. Tidurnya yang rapi, di satu tempat gitu. 

Akhirnya, mesti menggagalkan rencana berdiam di Al Ikhwan. Mencoba menemukan kenyamanan di Masjid, yang seharusnya menjadi tujuan esok harinya, Al Ma’aarij. Suejuuuuuuuuuuuuknya. Masjid nan megah di sebuah perumahan ni, dibangun di lereng sebuah bukit. Di sekitarnya banyak pohon-pohon besar. Beberapa monyet kecil sering terlihat berlompatan di antara pepohonan itu. Dari halaman masjid, terlihat di bawah sana, sebuah lapangan sepak bola. Hmm.. Ada juga ya, yang berolah raga, menjelang shalat ni.

Sambil menanti adzan, mencoba meluruskan kaki, dengan duduk berselonjor dan bersandar pada salah satu tiang besar masjid. Sepoi-sepoi, angin memasuki ruangan masjid, melalui teralis jendela. Subhaanallaah.. rasanya seperti dibelai. Syukur tidak tertidur, karena jama’ah shalat dah mulai berdatangan. Dan semuanya, sekali lagi, bapak-bapak, mas-mas, om-om, karyawan perusahaan yang gedungnya berada agak jauh, dan letaknya sekitar 200 meter dari lapangan sepak bola.

Akhirnya adzan ashar..

Setelah iqamah, kemudian shalat dimulai. Jadi yang paling ayu. Hehe. Satu-satunya jama’ah wanita. Waktu raka’at kedua, kurasakan kehadiran dua orang wanita yang terburu-buru menggelar sajadah dan menggunakan mukenanya. Salah seorang menggelarkan sajadahnya di tempat sujudku. Tadi, mencarinya di tempat mukena. Tapi, tidak menemukan satupun. Akhirnya, shalat tanpa alas sujud. Alhamdulillaah.. Allaah datangkan seseorang yang baik hati dan penuh empati.

Salam. Selesai sudah empat raka’at. Aku memperhatikan dua wanita di sebelahku yang masih shalat. Tapi, tinggal menyelesaikan tahiyyat-nya. Masbuk yang.. kurang benar. Keduanya, mengikuti saat rakaat ketiga. Kemudian, terburu-buru mengejar raka’at-raka’at imam dengan ruku’ dan sujud lebih cepat. Wanita yang lebih tua, berlaku sebagai imam bagi, yang lebih muda (anaknya kalau tidak salah). Dan anaknya mengikuti setiap gerakan sang ibu yang lumayan cepat.

Hmm..

”Terimakasih ibu atas sajadahnya. Karena ibu sudah baik, mau tidak saya ajarkan cara masbuk yang benar..?”

Sebuah kalimat di ujung lidahku, yang kusesali, karena tak kusampaikan kepadanya. 
Aku hanya mengucapkan ”Terimakasih bu.” Lagipula, keduanya terlihat terburu-buru. Usai shalat, mereka segera melipat mukena dan sajadahnya. Kemudian pamit padaku. Aku mengantarkan mereka dengan senyuman dan sesal yang sangat.

*Mengapa malu..? Ketika akan menyampaikan kebenaran. Sedangkan, dengannya maka engkau akan menyelamatkan seseorang. Ketika kita sampaikan kebenaran, maka motivasi terbesarnya adalah ’hidayah’ bagi mereka, maka balasan bagimu adalah lebih dari bumi dan isinya. (SEMOGA SELALU TERINGAT)

Semoga niat.. sudah tercatat..

Rabu, 06 Oktober 2010

Semangat Ramadhan "Di Atas Sajadah"

Dua Ramadhan

Adalah kebenaran, bahwa sesungguhnya manusia punya kemampuan untuk menyusun rencana-rencana besar atau target-target kecil. Direncanakan sedemikian rupa, dengan perhitungan-perhitungan yang akurat bagi wilayah manusia. Mempertimbangkan segala bentuk resiko dan hambatan yang mungkin terjadi di tengah perjalanan. Manusia.. setiap usaha dikerahkan untuk dapatkan sebuah hasil. Banyak mimpi dituliskan untuk sebuah kepuasan bathin. Atau hanya pemuas kebutuhan perut, mata dan yang lainnya. Semua boleh berencana. Tapi, Keputusan Allaah melebihi segalanya..

Setidaknya, ingin setiap hari selama Ramadhan, berdiam sejenak di rumah-rumah Allaah. Hari pertama kesampaian. Dapet centang deh tuh.  Hari kedua, rencana tinggal rencana. Allaah siapkan amal yang lain untuk kukerjakan di rumah. Hingga ashar datang, tak sempatlah keluar. Baru teringat, masjid Al Falah sedang di renovasi. Rasanya tak akan kondusif kalau mencari ketenangan di sana.

Maka mencoba menemukan hikmah.. pada pengembaraan di atas sajadah..

Mengingat dosa

Kepada setiap jiwa yang terluka karena lisan yang tak terkawal baik. Kali ini terkenang jelas setiap kata yang menebas rasa-rasamu. Ada yang mungkin hanya tergores kecil. Namun, tentu ada yang hingga berdarah dan sakit tiada tara, sehingga perlu bagi kalian menahan maaf sedemikian lama. Maafkan atas kelalaian kendali atas pedangku ini. Seringkali nafsu ikut bemain dalam permainannya. Sombong, angkuh, sok, yang sadar atau tidak mempengaruhi ayunannya. Membabi buta menerobos batas.

Ketika aku tak malu melukai kalian. Ternyata ego menumbuhkan malu tuk memohon maaf. Sedang tak akan Allaah maafkan, jika kalian tak memaafkan.. Hiks..

Sikapku yang kadang tak pandai menjalin kerjasama yang baik. Sehingga mungkin menghambat amal-amal jama’i kita. Setiap lelah yang menimbulkan efek samping wajah tegang tanpa senyum yang membuat suasana semakin tak karuan. Maaf.. maaf dan maaf.. T.T

*Dosa itu, mungkin seperti debu. Namun, jika kita adalah kaca, maka debulah yang membuat kita buram. Jika kita adalah lantai, maka debulah yang membuat kita kotor. Jika kita adalah udara, maka debulah yang membuat orang lain tak sanggup menjadikan kita sebagai bagian dari kehidupannya. Maka mereka akan memasang masker, demi menjauhkan diri dari kita ini.. Udara yang berdebu. Manusia yang berdosa.

Mengingat amal

Kepada Allaah. Yang menitipkan kehidupan ini kepadaku. Meniupkan ruh, hingga bergeraklah aku, berpikirlah aku dan merasalah aku. Menciptakanku sebagai manusia, makhluk yang Kau sebut utama. Kau lebihkan dari malaikat, Kau tinggikan dari golongan jin. Sungguh, aku telah ketahui, tidak kau ciptakan si fana ini, kecuali untuk mengabdi kepadamu. Memaksimalkan manfaat atas setiap potensi yang Engkau sertakan dalam dirinya. Namun lebih, aku sibuk demi memenuhi kebutuhan hidupku, seiring dengan seringnya melupakan-Mu.

Menjadi hamba-Mu, adalah tugas kehidupan yang luar biasa yaa Rabb semesta alam. Sedang aku dengan ketidaksempurnaanku. Ketidaksempurnaanku dalam mencintai-Mu. Ketidaksempurnaanku dalam mengemban risalah Rasul-Mu. Ketidaksempurnaanku dalam melaksanakan ibadah-ibdahku. Ketidaksempurnaanku dalam mengemban amanah-Mu atas bumi. Jika karena semua itu, menahan setiap nikmat yang seharusnya aku terima. Maka ampuni aku yaa Rabb. Ampuni ketidaksempurnaanku ini, dan bantu aku menyempurnakannya.

Kepada bapak dan mamak-q. Jarikupun, mungkin sanggup mewakili baktiku. Karena, jasa kalian, adalah molekul air yang tak sanggup kuhitung. Atom dari bebatuan yang setiap serpihannya, tak kan mampu aku catat. Sehingga setiap dayaku tak kan bisa penuhi balas budi dan hutang jiwa ini. Kecilku dengan manjaan, remajaku dengan arahan, dewasaku dengan pilihan-pilihan. Hutangku atas setiap tetes darah dan keringat yang tertumpah demi perjalanan kehidupanku.

Di tengah riuh rendah jadwal sibuk (semoga bukan sok sibukku), seringkali menjadikan rumah hanya sebagai tempat beristirahat, melepas lelah. Hingga hampir-hampir tak sempat mengerjakan segala urusan rumah. Tertidur sejenak di malam hari, demi bangun dan pergi kembali esok paginya. Pun libur, hampir selalu lembur. Menunaikan beberapa hal di luar sana. Hanya sebuah ciuman takzimku pada tangan-tangan nan berjasa, yang bisa lebih sering aku lakukan, karena seringnya aku pergi. Hanya lembaran do’a-do’a demi bahagiamu. Istajib du’aa yaa Allaah...

*Jika kau berusia 70 dan bermanfaat bagi orang lain selama 5 tahun. Maka, lima tahun itulah kehidupanmu. Jika kau berumur 20 tahun, dan bermanfaat bagi orang lain selama 17 tahun. Maka, 17 tahun itulah kehidupanmu. Dan sungguh beruntung, mereka yang hidup dengan memaknakan diri.
 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase