Senin, 26 April 2010

Mempertanyakan Perubahan



Adakah hal yang tidak mengalami perubahan di bumi kita ni..?? Sedangkan perubahan adalah hal yang terus terjadi. Sebuah batu pun mengalami perubahan seiring dengan tempaan lembut tetesan air. Baja pun mengalami perubahan oleh ketrampilan manusia yang diilhamkan Allaah kepadanya. Mendungpun berubah menjadi hujan.. ia awalnya ringan kemudian menjadi berat. Adakah yang tidak berubah..??

Pergolakan demi pergolakan di negeri ini pun, seringkali menimbulkan perubahan. Perubahan kepemimpinan, perubahan dalam pengembangan wilayah bahkan pengecilan wilayah yang diakibatkan oleh kesewenangan negara sahabat yg kurang bersahabat, atau bisa jadi karena managemen negeri yang kurang rapi..?? Sehingga perubahan-perubahan yang terkadi adalah perubahan ke arah yang beberapa di antaranya lebih kepada perubahan ke arah yang kurang baik. Dari yang benar menjadi salah.. lebih menjadi kurang.. atau apa ya..?? Maaf ya pemimpin-pemimpin negeriku.. Inilah yang aku rasakan. Aku ungkapkan dari kenyataan yang aku saksikan atau aku dengar dari orang lain.


Dua hal yang terus berkecamuk di ruang rasaku.. ketika melihat dan mendengar dua hal, yang menurutku penting di negeri ini yang berubah.. bukannya menjadi baik malah menurutku.. hanya menghilangkan nilai-nilai baik di dalamnya.

Namun, kali ini kuceritakan satu hal lebih dulu.. Satu hal penting yang menggores hatiku. (Sungguh..) -_-

Hal pertama yang baru saja aku gali dari ruang belajarku. Meskipun belum terlalu mendalam. Karena hanya coba kuraih dengan banyak bertanya pada para aktivisnya. Tentang sebuah sekolah, yang ditujukan untuk para calon guru saat itu, Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Bagaimana kekecewaan beberapa rekan yang dulu berasal dari SPG, pula ungkapan seorang dosen yang sempat menjadi dewan pengajar di SPG. Bahwa mereka menyesali ditutupnya SPG.

Maka mengalirlah.. seuntai kenangan dari SPG.. yang membuatku jadi bertanya-tanya.. mengapa hal itu tak dilanjutkan..??

SPG benar-benar ditujukan untuk membentuk karakter guru yang sangat kuat. Apakah itu guru matematika, bahasa dan lainnya. Rekan kuliahku, seorang ibu yang telah menjadi guru PAUD, menceritakan. Bagaimana mereka dahulu dididik. Dari hal berpakaian. Seorang siswa SPG tidak boleh menggulung lengan bajunya. Bagi siswinya, diwajibkan untuk memakai rok. Dulu pun, menurut ceritanya.. guru tidak boleh memakai celana. Begitukah..?? Merajuk hatiku.. Kenapa?? Hal seperti itu tak diteruskan..??


Melihat penampilan para calon guru sekarang.. entah memang berniat jadi guru, atau karena ga dapat jurusan dan ga ada jurusan lain. Datang ke kampus dengan pakaian ketat, bagian leher yang cukup lebar, celananya pun tak beda dengan bajunya. Lalu, apalagi yang mesti diteladani oleh siswa-siswanya kelak..?? Lagi.. hatiku gerimis.. Tak bermaksud menghakimi. Namun, betapa yang terlihat nanti di sekolah-sekolah tanpa aturan berpenampilan bagi guru.. yaa.. penampilan seperti itulah. Ingin tersenyum.. tapi itu salah. Jadi, menangis saja.. T_T

Lanjut kutanya pada dosenku.. apa saja pelajaran di SPG itu. Mereka diajarkan teknik bertanya. (?????) Dimana harus kucari pelajaran macam tu. Sedang dosenku berkata, pelajaran itu tidak pula diberikan di perguruan tinggi (FKIP). Jika tak menemukan bukunya yang menjelaskan hal ini, mungkin banyak guru di luar sana, melakukan banyak kesalahan saat bertanya kepada siswa-siswanya (termasuk diriku). Rasaku ulang berontak. Kenapa SPG ditutup..?? Sedangkan mendengar kisahnya saja.. aku sudah merindukan pembelajaran di sana. @_@

Dosenku pun melanjutkan kisahnya. Bagaimana seorang siswa SPG, akan diajarkan Didaktik matematika, didaktik bahasa indonesia. ”Pelajaran apa itu, bu..?”, tanyaku penuh rasa ingin tahu. ”Masing-masing pelajaran itu ada cara mengajarnya sendiri-sendiri sayang.”, katanya. Bagaimana mengajarkan berhitung, bagaimana mengajarkan pelajaran yang satu dengan yang lain. Berbeda.. Ungkapnya lagi. Makin buncah cemburuku pada masa-masa itu. Seindah itukah seharusnya pendidikan bagi calon-calon guru ?? @_@ Lalu mengapa keindahan itu diputus..??

Dikisahkan pula olehnya, tentang aktivitas pembuatan karya siswa-siwa SPG. Dalam pembuatan Alat Peraga Edukatif (APE), setiap siswa, dinilai dari setiap aspek. Bagaimana kesabaran dalam pembuatannya, bagaimana kerapiannya, bagaimana ketepatan dalam banyak hal (ukuran, penggunaan alat dan bahan, dll). Sungguh, hampir jatuh dari sudut mataku, aliran bening itu. Mendengar seorang calon guru yang kuyakini mereka berada dalam pendidikan dan tempaan yang tepat kala itu. Hingga jatuhlah deras.. saat kutuliskan artikel ini. Mengingat kisah-kisah guru ’killer’. Cerita-cerita tentang guru-guru ’monster’. Yang menyakiti hati.. bahkan fisik murid-muridnya. @_@


Mungkin karena ketidak pahamanku mengenai kisah ditutupnya SPG. Namun, ini adalah endapan rasa. Yang kutahan berhari-hari, dan belum sempat menuliskannya, karena masih berada di tengah-tengah tumpukan tugas. Masih mencoba mencari tahu. Hanya saja, setiap hal akan ada sisi kurang dan lebihnya kan..?? Namun, sepenggal pengalaman dari dosen dan rekan kuliahku itu, cukup menorehkan harapan. Bahwa, sesungguhnya.. negeri ini pernah diurus dan diperhatikan dengan rapi. Bisa jadi, oleh orang-orang yang benar-benar mencintai negeri ini dengan tulus.

Masih berharap.. muncul manusia-manusia seperti itu. Lihatlah nasib pendidikan... Memanglah.. pendidikan adalah tanggung jawab bagi setiap penghuni negeri ini. Namun, ujung tombaknya adalah guru. Ksatria-ksatria yang berada di garis depan pendidikan, adalah sosok-sosok guru, yang kan selalu digugu dan ditiru.

Duhai.. tangan-tangan siapakah.. yang kan berdaya, menuju perubahan ke arah cahaya.
Teringat kalam Allaah.. yang disuratkan dalam Al Qur'an..

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

Namun.. kemanakah arah.. kita berubah..??

Harapan.. wujudlah..

Yaa Allaah.. arahkan langkah-langkah kami, pada hal-hal indah di dekat-Mu. Yaa Rabb.. karuniakan kepada kami kebenaran-kebenaran.. yang mengeliling-Mu. Hingga diri kami.. dan anak cucu kami, hanya berubah menjadi hamba-Mu.. selalu. Amiin yaa Rabb..

Kamis, 22 April 2010

Perjalanan Ke Kota Tepian



*Berhari Bumi Mode On... (22 April)

Hikmah kedua…

Ready to go… Its 07.50…

Setelah jadi terhukum… menunggu para bintang tamu…

Akhirnya perjalanan rihlah kami ke kota tepian dimulai...
Perjalanan 2-3 jam ke depan... adalah perjalanan yang selalu ku nantikan... Berkali-kali juga ke Samarinda. Tak pernah ku lewatkan ia dengan pejaman mata. Ia hijau...

Kalimantan... Hutan yang sebenarnya. Senang bisa dilahirkan di sini. Teringat masa kecilku... Aku menyaksikan bukit digunduli... Gunung menjadi rata... Takjub... saat itu... Hijau disekitarku, terkikis satu demi satu... Kalimantan... pulau kelahiranku...

Hampir sepanjang perjalan itu... Bisa terlihat olehku... pagar-pagar hidup nan kokoh... Pohon-pohon besar... yang mewakili hutan. Pokok-pokok ’sengon’... ha ha... nama pohon yang paling kukenali karena bentuknya yang memayung indah dan karena.. itulah satu-satunya nama pohon yang aku kenali.. selain pohon-pohon yang biasa terlihat di sekitarku..

Setiap memandang ke tepi jalan... pada batang-batang yang rapat. Yang terbayang adalah hutan gelap. Yang dihuni tumbuhan bumi... padat.

Namun... setelah beberapa kali perjalananku... baru kusadari hari ini... bahwa di balik pagar hijau itu... tak ada hijau lagi. Hanya sepuluh hingga 30 meter yang sempat kutangkap dengan bola mataku. Di belakangnya adalah ladang-ladang... bahkan dibeberapa tempat hanya gundul semata...

Topeng... Ternyata... Pagar hidup itu hanya topeng...

Teringat pada komentarku pada sebuah status teman: Bahwa aku dan rombongan tak bisa berhenti sholat di tengah jalan... tanggung... dan masih berada didalam gelap... pohooooooonnn semua.

Teman itu membalasnya... dan mengatakan... Jawa sama Kalimantan beda non... di Jawa mah hutan beton... jadi bisa berhenti di sebuah tempat... di tengah perjalanan.

Maluuu... ternyata hutanku tak sedahsyat itu...

Duhai penghuni pulau kelahiranku... Wahai pengurus Borneoku... Di manakah kalian? Akankah hijau itu menghilang dari penghujung pandang... Terhapus dari masa depan...

Kepada Kalimantanku... Terus hidupkan kehijauanmu... Bumi terus kembang kempis denganmu... Tanda kehidupan, masih mengiringinya... Borneo tercinta... Kaulah paru-paru utama... Dunia meminta kau untuk tetap membagi udara...

Tetaplah pakai topeng itu... Namun letakkan kembali isinya... Agar Hijau Borneoku selalu ada bagi dunia... Mari jaga bersama...

”Dan apabila dikatakan kepada mereka. ”Janganlah berbuat kerusakan dimuka bumi !” Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.”
Ingatlah, Sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tapi mereka tidak menyadari” (Al-Baqarah: 11-12)


Semoga bisa memberi sebuah harapan bagi bumi... Untuk hidup... dan menghijau kembali... Amin...

Jumat, 16 April 2010

Kelunya Sang Pena



SANG PENA TERPAKU

AKSARANYA BEKU.. TAK SANGGUP MENGALIR

IA TERDIAM DI SUDUT WAKTU

HANYA BERGUMAM MENYIMPAN RINDU

PENA MERINGIS.. SAMBIL BERKATA..

"DUHAI.. AKU RINDU TEGAK BERDIRI."

MENGUNGKAP BENAR.. LAGI DAN LAGI

SAAT SI 'INGIN' MENDORONGKU TUK BERLARI

ADA SI 'NGGAK PE DE' YANG MENAHANKU

AKU KAKU TERTIDUR LESU

HANYA BERMIMPI MENGURAI CERITA

HINGGA TINTA MENGUAP KE ANGKASA

PEKAT HITAMNYA RESAH MENANTIKU

DAN IA PERGI.. TAK SABAR TUK SETIA

MULAI AKU BERKARAT

TUBUHKU SEKARAT

HANYA RUSAK DAN TINGGAL PATAH

PENA MERENUNG..

"KAPAN.. KAPAN AKU.. BISA BERBAGI..??"

Jumat, 09 April 2010

Mereka Bukan Anakku



Seorang insan, telah memilih, untuk mengisi hidupnya, dengan menjadi seorang guru. Sembilan tahun lebih, rasanya bukanlah sebuah perjalanan waktu yang sebentar. Delapan tahun pula sang guru ini, menghabiskan setiap tahunnya. Untuk mewarnai hari-hari bersama puluhan sosok-sosok mungil yang selalu ceria dan penuh energi. Sang guru, yang setiap hari mengamati perkembangan para makhluk imut itu di dalam kelasnya.

Semakin hari semakin jatuh hati, pada pemilik kaki-kaki yang tak pernah henti menjelajah itu. Seberapa pun, waktu yang pernah mereka lalui bersama. Namun sang guru, selalu merasakan ketakutan, bila mendekati masa-masa berakhirnya tahun ajaran. Perpisahan dengan senyum-senyum manis itu, seperti menggores luka dalam, yang tidak dapat terobati. Apalagi jika pertemuan mereka, harus diakhiri dengan pindahnya sang buah hati.


Masih teringat dengan jelas dalam memori sang guru. Saat, seorang putri kecil. Yang ayahnya adalah seorang laki-laki berstatus, warga negara Brunei. Harus pergi, tanpa memberikan informasi yang jelas terhadap sang guru. Perkenalan awal dengan sang guru, yang melalui tahapan agak sulit. Karena perbedaan bahasa. Membuat kepergian teman kecilnya, semakin menyesakkan bagi sang guru. Jika dapat, ingin rasanya sang guru tetap memeluknya agar ibu dari putri kecil itu tak perlu membawanya serta. Namun,apa daya. “Dia bukan anakku.” Kata sang guru dalam hati.

Sang guru menerawang jauh. Kembali ke cerita lalu. Tahun ke tiga, di mana seorang teman kecil lain, ada bersamanya. Yang datang dengan temperamen tinggi. Hampir tidak pernah, si kecil berbicara dengan kata-kata sopan. Awalnya, sangat tinggi hati. Tak suka ditegur atas kesalahannya. Berbuat semaunya, tanpa menghiraukan akibat yang kadang terlalu berbahaya buat diri dan temannya. Sebuah senjata rahasia, berhasil menaklukkannya. Setiap sang guru berbicara. Sang guru mengikuti logat daerah, yang terdengar agak sulit dihilangkan dari bahasa Indonesia yang setiap hari digunakan oleh si teman kecil. Mungkin logat itu, membuatnya merasa nyaman.

Baru beberapa bulan, keakraban itu terjalin manis. Allah punya rencana hebat. Sang teman kecil harus pindah. Dan sehari setelah kepindahannya. Sebuah karya yang tertinggal, menorehkan kerinduan dan membuat sang guru tak sanggup menahan air mata rindunya. Apa yang bisa dilakukan sang guru ? “Teman kecil itu, bukan anakku.” Kalimat itu memenuhi hati sang guru.


Tahun ini, sang guru mewarnai hari bersama 22 teman kecil. Salah satunya adalah Nabila. Yang cerdas luar biasa. Sangat cepat mengenali simbol-simbol. Sehingga Nabila melejit dengan Qiro’atinya. Kosakata Bahasa Inggris, hampir tidak ada yang dilupakannya. Daya ingat yang kuat, merupakan kelebihan Nabila. Hingga suatu hari, Nabila mengatakan, “Bu guru, aku mau pindah.” Sang guru memandang Nabila dengan diam. Ya Allah, apakah kami harus berpisah sekarang juga ? Sang guru mencoba menampik ketidak relaannya. Dan kembali menenangkan diri sekali lagi, “Nabila, bukan anakku.” Dan masih banyak lagi saat-saat di mana sang guru terpaksa tak dapat bertemu lagi, Karena, harus berpisah, dengan teman-teman kecilnya.

Puluhan teman kecil itu, datang dan pergi setiap tahunnya. Dan setiap mereka meninggalkan kesan tersendiri bagi sang guru. Karena mereka adalah bagian dari motivasi bagi sang guru. Namun, apa mau dikata. “Mereka, bukan anakku.” Gumam sang guru. Sang guru hanya dapat mengirim sebuah pesan dan do’a, untuk para teman kecil yang jauh, yang dekat. Yang masih dapat bertemu, atau yang sudah tak pernah bertemu. Wahai teman-teman kecilku, titilah jembatan surga. Yaa Allah, tunjukkan bagi teman-teman kecilku, jembatan surga itu. Amiin.

Senin, 05 April 2010

Serangan Kata




DITINJU.. dengan KATA-KATA. Hingga termundur dan kehilangan sejenak rasa. Tak percaya bahwa itu seperti tertuju pada setiap jengkal diri. Beset-beset.. jatuh cukup jauh dari kesadaran. Lalu kembali berdiri dalam kondisi lemah. Berpikiiiiiirr... Merenuuuuung. Setiap ’jab'-nya berhasil menembus pertahanan. Berdarah sedikit di sudut rasa. Lalu ’uppercut’ melayang kuat hingga lebam sekujur tubuh. KALAH.

Tersadar.. Sekalipun dengan beralasan. Aku tetap.. BERSALAH. -_-

DITAMPAR.. oleh NASIHAT. Sampai terduduk. Pipi terasa panas dijilat bara api. Membeliak kecewa atas kejadian yang tak disangka. Belum sadar bahwa itu adalah sakit bagi seluruh sel pada diri. Tergambar tapak tangan sang penyeru. Tak kan terlupakan. Ini periiih, hingga darah berdesir. Menggelegak.. hampir tak bisa menerima. Ingin berdiri.. namun tak sanggup menahan malu. Melirik ke segala arah. Hanya berharap.. semoga tak ada yg melihat rona merah di hatiku. TAKLUK.


Tersadar.. Sekalipun dengan beralasan. Aku tetap.. BERSALAH. -_-

DITENDANG.. oleh KEBENARAN. Efeknya.. terjungkal beberapa meter dari posisi merasa benar. Terjerembab.. lecet-lecet di sana-sini. Serasa remuk mental juara di dalamnya. Hingga kerendahan diri termunculkan sementara. Waaaaaaa.. sakiiiiiiiit ternyata. Mau berdiri.. tapi serasa dilucuti seluruh sendi harga diri. Meringis.. tampilkan wajah teraniaya. Dahsyat...!!! Energi kebenaran meluluhkan. TUNDUK.

Tersadar.. Sekalipun dengan beralasan. Aku tetap.. BERSALAH. -_-

*Sakit.. sakit.. perih.. perih.. Syukurlah.. sangat efektif untuk MENYADARKAN

******* @ *******

Tambahan.. dari sebuah blog ( http://qaulan-sadida.blogdrive.com/ )

Yaa ayyuhalladzîna âmanuttaqullâha wa qûlu qaulan sadîda
(QS. al-Ahzab [33]: 70).

Qaulan sadida mengandung makna straigh to the point atau tidak berbelit-belit, berbicara secara positif, tegas tanpa mengelabui, jujur, tidak mengandung kebohongan dan apa adanya.

Ini berarti, bicara secara terang-terangan membuat orang lain mampu memahami sikap kita, sehingga kesalahpahaman pun bisa dihindari. Sikap terus terang juga bermanfaat bagi orang lain sebagai bagian dari upaya pembelajaran. Secara tidak langsung, qaulan sadida merupakan gambaran dari amar ma'ruf nahi munkar.

Al-Quran telah menjadikan amar ma'ruf nahi munkar sebagai keistimewaan pertama yang dimiliki oleh umat Islam sehingga mengungguli umat-umat lainnya. "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran [3]: 110).


Qaulan sadida hanya dimiliki bagi hamba yang memiliki keyakinan kuat (al-iman al-amiq) kepada Tuhannya dan juga senantiasa merasakan kehadiran-Nya (muraqabatullah) dalam setiap tempat, setiap saat, dalam keadaan apa pun dan bagaimanapun, dalam musibah atau senang, rela atau terpaksa.

Sabtu, 03 April 2010

Pendidik Or Pembantu



Salam para dewasa.. apa kabar USIA DINI kita.. semoga mulai mandiri dalam aktivitasnya.. dan mampu mengurus diri.. dalam hal-hal sederhana. Amiin

Kisah lagi yaa... pendek saja... ^_^

******* @ *******

Di kelas dengan jumlah murid 25 aktivis. Ada dua guru yang mengasuh mereka. Di bulan-bulan awal masuk sekolah, toilet training, menjadi sangat penting. Alhamdulillaah, dalam waktu 3 sampai 4 bulan, semua teman sudah bisa BAK dan BAB sendiri, tanpa bantuan bu guru. (Dari saat masuk, di dalam, dan keluar) Hanya diawasi oleh bu guru.

Suatu hari...

”Bu guru A, Tito mau BAK.”, Tito menyebut guru A. Namun, guru A sedang sibuk mengajari teman yang lain untuk mengaji.

Maka guru B bertindak, ”Sini sayang, sama bu guru.” sambil tersenyum.

“Nggak mauuuuu. Mau sama bu guru A ajaaaaa.”, tolak Tito.

Hmm.. beberapa anak, memang lebih menyukai BAK dengan bu guru A.
Kita lihat kenapa.. ^_^

Toilet training bersama guru A:

“Ayo baca do’a dulu.”, kata guru A. Sambil melepaskan semua pakaian yg perlua dilepaskan. Tito hanya membaca do’anya. Sambil melihat ke wajah guru A. Saat membuka kaos kaki, Tito duduk di sebuah tempat duduk, sambil menghulurkan kakinya ke depan wajah sang guru. Dan bu guru A, dengan senang hati melepaskannya. Saat di dalam pun sama. Tito hanya melepaskan tuntutan alamiahnya, selain itu, bu guru A yang mengerjakan, menyiram bekas BAK, mencebok, mencuci. Semuanya. Tito tidak capek, aman, damai, nyaman dalam pengurusan bu guru A. Waktu keluar, hal yang sama terjadi lagi. Bu guru A, melayani dengan hati. Hingga selesai do’a.


Toilet training bersama guru B:

“Kita baca do’a dulu ya nak.”, kata guru B. Setelah berdo’a, bu guru B berkata, ”Sekarang lepas kaos kaki dan celananya sayang. Tito membuka sendiri celananya.

“Susah bu kancingnya.”, kata Tito.

”Sini bu guru bantu. Ini melepaskannya seperti ini ya. Di pegang yang kuat.”, hanya kancingnya. Selanjutnya, Tito kerjakan sendiri.

Begitupun segala urusan siram menyiram, mencebok dan membersihkan diri. Tito kerjakan sendiri, di bawah arahan bu guru B. Hingga selesai do’a keluar kamar mandi/WC.


******* @ *******

Kadang.. kita tak menyedari, betapa pentingnya kemandirian bagi USIA DINI kita. Sejuta bantuan, memang akan memenuhinya dengan cinta. Namun, satu pelatihan, akan memudahkan kehidupannya.

Guru B berkata... ”Karena kita adalah pendidik, bukan pembantu.” (Aku setuju) ^_^

Hal semacam ini pun, terjadi pada ayah dan bunda. Perbedaan bentuk perhatian dan pelayanan semacam inilah, yang menyebabkan USIA DINI memilih-milih antara ayah dan bunda untuk menemaninya beraktivitas. Wallaahua'lam.

******* @ *******

Semoga kita.. adalah para dewasa, yang mampu memberikan perhatian yang sejatinya merupakan pendidikan. Agar USIA DINI kita merasakan manfaat yang lebih, dari apa yg kita beri padanya. Amiiin
 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase