Selasa, 26 Oktober 2010

Semangat Ramadhan "Paman Tersayang, Paman Yang Malang"

Enam Ramadhan

Ketika dakwah terang-terangan dimulai. Rasuulullaah mengumpulkan semua kerabatnya. Karena telah datang perintah kepada manusia mulia itu berupa wahyu,

”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.” (QS Asy Syu’ara:214)


Diundanglah kerabat beliau, yang kemudian hadir atas undangan itu empat puluh lima orang. Namun, sebelum beliau sempat berkata, bicaralah Abu Lahab,

“… Jika engkau tetap bertahan pada urusanmu ini, maka itu lebih mudah bagi mereka dari pada seluruh kabilah Quraisy menerkammu dan semua bangsa Arab ikut campur tangan. Engkau tidak pernah melihat seorang dari Bani bapaknya yang pernah berbuat macam-macam seperti engkau perbuat saat ini…”

Hari itu, Rasuulullaah hanya diam dan tidak bicara apapun. Kemudian diundanglah kembali kerabat-kerabat beliau itu. Lalu Rasuulullaah bersabda,

”Segala puji bagi Allaah dan aku memuji-Nya, memohon pertolongan, percaya dan tawakkal kepada-Nya. Aku bersaksi, bahwa tiada Ilah selain Allaah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.”

Hari itu, beliau bicara pada mereka tentang kematian dan hari perhitungan. Kemudian Abu Thalib berkata,

”... lanjutkanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allaah, aku senantiasa akan menjaga dan melindungimu...”

Mendengar itu, Abu Lahab berkata,

“Demi Allaah, ini adalah kabar buruk. Ambillah tindakan terhadap dirinya sebelum orang lain yang melakukannya.”

Dibalas oleh Abu Thalib,

“Demi Allaah, kami tetap akan melindungi selagi kami masih hidup.”

Abu Thalib, seorang paman yang menyayangi Rasuulullaah. Jika kau mencarinya, temukan namanya pada barisan pembela Rasuulullaah. Karena keberadaan Abu Thalib, kaum Quraisy tak bisa berbuat lebih banyak untuk menjatuhkan sang Khatamul Anbiyaa.

Kaum, Quraisy, datang berkali-kali menemui Abu Thalib. Membujuknya, untuk menyerahkan keponakannya tercinta untuk dihukum, karena telah melecehkan agama nenek moyang mereka. Namun, beberapa kali pula mereka harus pulang dengan tangan hampa. Karena Abu Thalib menolak permintaan mereka dengan halus.

Hingga satu ketika, Quraisy mendatangi kembali Abu Thalib dengan sebuah ancaman dalam perkataan mereka,

”... maka hentikanlah dia, atau kami menganggapmu dalam pihak dia, hingga salah satu dari kedua belah pihak di antara kita binasa.”

Perkataan itu cukup menggetarkan bagi Abu Thalib. Maka ia mencoba menemui Raasulullaah, dan menyampaikan perkataan para Quraisy itu, sambil membujuk Rasuulullaah,

”... Maka hentikanlah demi diriku dan dirimu sendiri. Janganlah engkau membebaniku sesuatu di luar kesanggupanku.”

Mendengar itu, Rasuulullaah bersabda,

”Wahai pamanku, demi Allaah, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan agama ini, hingga Allaah memenangkannya atau aku ikut binasa karenanya, maka aku tidak akan meninggalkannya.”


Sang pamanpun menangis dan akhirnya, tetap mendukung Rasuulullaah untuk terus berdakwah. Tercurah rasa Abu Thalib dalam sebuah sya’ir,

Demi Allaah,
Mereka semua tidak akan bisa menjamah
Tampakkanlah urusanmu dan jangan kurangi
Pilihlah yang engkau sukai dan senangi

Setelah itu, para Quraisy terus membujuk Abu Thalib dan terus saja di tolak olehnya. Hal ini membuat Quraisy sangat jengkel dan melakukan boikot terhadap keluarga Abu Thalib. Hingga mereka hidup menderita. Karena, para kafir itu mengisolasi Makkah, agar tak ada makanan dan barang-barang yang lain bisa dinikmati oleh Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib.

Kunjungan terakhir para Quraisy terhadap Abu Thalib, membawa Rasuulullaah untuk bertemu dengan para pemukanya. Mereka menawarkan sesuatu demi Rasuulullaah menghentikan dakwahnya. Namun, mereka malah dibujuk oleh Rasuulullaah untuk tunduk dan mengucap satu kalimat yang kan membuat mereka mampu menjadi raja-raja bagi para keturunan Arab dan non-Arab. Yaitu mengucapkan kalimat, ”Laa Ilaaha illallaah.” dan hasilnya, mereka malah mengejek beliau, kemudian pergi meninggalkan beliau.

Rasuulullaah, terus melakukan syi’ar di bawah nama besar Abu Thalib di antara kaumnya.

Hingga tiba masa kematian bagi Abu Thalib. Kala itu datang di sisinya ada Rasuulullaah dan beberapa kerabat. Termasuk Abu Jahal dan Abdullaah bin Abu Umayyah.

Rasuulullaah mencoba membujuk sang paman,

”Wahai paman, ucapkanlah ’Laa ilaaha illallaah’, satu kalimat yang dapat kau jadikan hujjah di hadapan Allaah.”

Namun, selalu di sela oleh Abu Jahal dan Abdullaah bin Abu Umayyah, dengan berkata,

”Wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak menyukai agama Abdul Muththalib..?”, demikian terus berulang-ulang.

Hingga Abu Thalib meninggal dengan menyatakan,

”Tetap berada pada agama Abdul Muththalib.”

Kemudian Rasuulullaah bersabda,

”Aku benar-benar akan memohon ampunan bagimu wahai paman selagi aku tidak dilarang melakukannya.”

Lalu turunlah ayat ini,

”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allaah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesuadah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam.” (QS At Taubah : 113)

*Maka masuk nerakalah seorang baik, bernama Abu Thalib.. Karena, dia tidak mau bertawhid.. Na’uudzubillaah..

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase