Senin, 25 Januari 2010

Ramadhan... In Memoriam...??

Kala itu... Di sebuah sudut waktu…

Satria Ramadhan: “Apakah kau harus pergi sekarang kawan?” Dengan wajah sedih.

Ramadhan: “Telah tiba waktunya untuk pergi. Bukan inginku. Kehendak Rabb-ku… Rabb-mu… Rabb kita.” Kesedihan yang sama.

Satria Ramadhan duduk merapat ke sisi Ramadhan. Ia menjabat erat tangan Ramadhan.

Satria Ramadhan: “Maafkan aku kawan…” Wajahnya makin sendu. Pada kedua matanya. Tampak mengaca.

Ramadhan: “Kau kan tidak salah apa-apa.” Sambil menepuk bahu kawannya itu. Dan memandangnya teduh.

Satria Ramadhan: “Aku bersalah… sangat bersalah…” Satria Ramadhan mulai menangis.

Ramadhan kebingungan.

Satria Ramadhan: “Aku… Aku… Aku kadang tertidur pada malam2mu. Sedangkan aku pernah berjanji. Akan menjaga setiap malammu. Kalaupun aku bangun setiap malam. Aku menemanimu dengan sholat. Namun… Aku bahkan tertidur dalam sujudku. Aku bersalah….” Jeritnya dalam tangis.

Ramadhan terus memandangi sahabatnya itu. Dan memeluknya….

Satria Ramadhan: “Aku bersalah… Aku juga pernah berjanji akan menggenapkan hari dengan Qur’an. Namun… Ada hari-hari yang sempat terlewat tanpa satu juz pun aku selesaikan. Walaupun akhirnya aku berhasil mengejar ketertinggalanku. Tapi… aku bersalah…” Air matanya semakin deras.

Ramadhan: “Cukup kawan… Allaah mengetahuinya. Itu cukup bagiku. Kau menyadarinya. Itu cukup bagiku. Dan kau memperbaikinya. Itu baik bagimu.” Kata Ramadhan bijak. “Tapi, aku tetap harus pergi.”

Satria Ramadhan: “Datanglah lagi nanti…” Ia melepas rangkulannya. Matanya sembab. Isaknya masih terdengar.

Ramadhan: “Kawanku… Kita ini hanya hamba. Pertemuan itu tak bisa dikira. Perpisahan ini tak dapat dielak. Syawal akan mengemban amanahku menemanimu. Kau sudah luar biasa kawan. Janganlah kau mengendurkan semangatmu ini. Tanpaku… kau harus tetap mampu mengendalikan nafsu. Tanpaku… kau tetap harus menjaga malam-malam itu. Tanpaku… kau harus tetap berhibur dengan Qur’an. Kau sudah berubah sejauh ini. Jangan sia-siakan, dengan kembali menjadi dirimu yang biasa, saat aku pergi. Rugi kawan…” Nasihat Ramadhan panjang lebar.

Satria Ramadhan: “Baiklah kawan… aku berjanji. Penyesalan ini mungkin terlambat. Tapi tak pernah terlambat untuk memperbaiki dan mempertahankan.” Ia mulai tersenyum.

Ramadhan: “Kau benar. Ada sebelas bulan setelah aku pergi. Mereka akan menunaikan amanahnya. Jika Allaah Menghendaki. Kita akan bertemu tahun depan.”

Satria Ramadhan hanya mengangguk setuju.

Ramadhan: “Sebelum aku pergi… Mari kita nikmati sisa waktu ini kawan. Aku ingin kita benar-benar lebih dalam memaknai pertemuan kita ini. Berkumpulnya kita tahun ini. Semoga membuat kau dan saudara-saudaramu mampu menjadi sosok-sosok istimewa. Kau tau tidak…? Fajar lebaran itu sungguh indah disambut oleh semua muslim. Namun tak banyak yang mampu merasakan fajar lebaran… seindah yang dirasakan oleh para pemenang. Yang dengan megah dan meriah merayakan perjumpaan cinta denganku. Dan ia melakukan pengabdian dan penghambaannya dengan rela.”

Satria Ramadhan: “Semoga aku… dan saudara-saudaraku… termasuk di dalamnya. Amiin.”

Ramadhan: “Amiin Yaa Rabbal’aalamiin.”

Kedua kawan itu pun saling berpelukan semakin erat. Detik-detik perpisahan itu… ingin mereka lalui dengan penuh cinta. Keindahan berasik masyuk dengan Sang Pencipta mereka. Allaahu Dzuljalaali wal Ikraam…

*Yaa Syahru Ramadhan… Syahrus Shiyam… Syahru tilawatil Qur’an… Syahru Qiyam… Syahru Ghufran… Ku lepas jemarimu… satu demi satu… haru…

T_T... Ramadhan...

*Satria Ramadhan: Masih teringat dirimu sahabat... Kau pergi... Namun... Tetaplah di sini... Di hatiku... Menemani hidupku... 11 sebelas bulan tanpamu... pasti berat sahabat... Namun... Masih ada... pendar semangatmu... di sini... di relung jiwa ini... Sahabat... Ku pinta... pada Rabb kita... Kan jumpa lagi... denganmu... dan... meraya cinta... (Menderas dan menganak sungai air mata rindu... dari sudut mata sang satria)

*Syawal: Aku ada di sini... menemanimu teman... ada enam hariku... yang dapat sedikit mengobat rindumu pada Ramadhan... Mari teman... pegang tanganku... Aku pun... ingin jadi sahabatmu... mari nikmati pertemuan ini... dengan pengabdian suci... Meski tak senikmat Ramadhan... Izinkan aku... menyajikan hariku... Izinkan aku...

*Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, Syafar, Robiul awal, Robiul Akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Sya'ban: Teman... Tetaplah menjadi Satria Ramadhan... Dan berjuanglah bersama kami...

MASIHKAH IA... DI HATI KITA...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

tak ada perpisahan

yg ada adalah pertemuan yg semakin dalam di relung hati yg terdalam

Afiani Gobel mengatakan...

Amin Yaa Allaah..


Ungkapan terdalam... Merindu... semakin dalam...

Thanks Budi...

Posting Komentar

 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase