Seekor kupu-kupu biru… sedang terbang mengelilingi sebuah taman. Dia menebarkan pandangan ke seluruh penjuru taman… Menyusuri taman sambil sesekali berhenti untuk hinggap di daun. Sambil menatap tumbuhan-tumbuhan di taman itu… ia terlihat bingung. Kali ini… ia sedang menatap sekelilingnya. Saat itu ia sedang hinggap pada daun pohon mawar. Terlihat… Sedikit di atasnya… setangkai mawar merah yang merekah sempurna. Dan di bawahnya… ada dua kuncup mawar. Ketika hendak terbang kembali… Tiba-tiba… muncul seekor kupu-kupu hijau… dengan pola-pola oranye di sayapnya… Dia mendatangi kupu-kupu biru dengan wajah riang.
“Salam’alaykum.” Sapanya dengan penuh senyum.
“Wa’alaykumsalam.” Balas kupu-kupu biru.
“Namaku Ijo… Namamu siapa?” Tanya Ijo dengan ramah.
“Aku Bilu…” Bilu pun menjawab dengan senyum.
“Maafkan aku teman. Tapi sedari tadi… aku melihatmu berkeliling taman. Apa yang sedang kau cari? “ Tanya Ijo.
“Oh iya… aku akan bertelur… aku mencari tempat yang aman untuk telur-telurku.” Jawab Bilu
Ijo tersenyum “mari ku tunjukkan tempat aman untuk meletakkan telur-telurmu”
“Benarkah…??” si Bilu tampak gembira…
“Ikuti aku.” Ajak Ijo. Dan Bilu pun mengikutinya.
Beberapa saat kemudian… mereka sampai pada sebuah sudut taman, yang cukup tersembunyi. Ijo hinggap di pohon bunga sepatu yang rimbun.
“Nah… di sini tempatnya. Tempat ini, aman dari tangan manusia. Tidak pernah ada yang datang ke sini. Kecuali pengurus taman. Dan dia tidak pernah merusak.” Ijo berkata. Sambil mengepak-ngepakkan sayap hijaunya.
Bilu memandangi tempat itu sejenak. “Yaa… tempat ini terlihat aman untuk telur-telurku. Terimakasih Ijo.” Bilu tampak puas. Ia akan bertelur di tempat itu.
Esoknya… Bilu mulai bertelur… Telurnya ada tiga butir. Bilu menjaganya dengan penuh perhatian. Namun, esoknya… sebutir telur itu menjadi kering. Sehingga tak dapat menetas. Si Bilu sangat sedih sekali. Bilu menjaga dua butir yang tersisa. Saat angin bertiup kencang. Bilu melindungi telur-telur itu dengan sayapnya yang mulai rapuh. Saat hujan pun demikian. Bilu ingin dua telurnya, menetas dengan baik.
Usaha Bilu melindungi kedua telurnya, tidak sia-sia. Suatu hari… kedua telur itu terlihat mulai bergerak-gerak… semakin lama, gerakan telur-telur itu makin keras. Bilu sangat gembira. Ia meperhatikan telur-telur tersebut dengan seksama. Sebutir telur menggelinding ke tepi daun. Bilu berhasil menahannya agar tak terjatuh.
Setelah bergerak-gerak dan menggelinding ke sana kemari… “Ibuuuuu… capek nih… kok cangkang telurku ga terbuka-terbuka siiiiih…?” Terdengar keluhan dari dalam telur pertama.
“Cobalah terus sayang… Jangan menyerah.” Kata Bilu dengan lembut.
“Capek ibu… lapaaaar… tenagaku habis. Dari tadi berguling-guling di dalam sini. Bantu aku membuka cangkang ini.” Keluhan itu masih terdengar.
“Sedikit lagi anakku… ayo…” Bilu memberi semangat.
“Huu uh… sudah… aku tak usah keluar saja.” Telur itu berhenti bergerak.
Bilu tak tega. Akhirnya… ia membantu larva kecil di telur pertama untuk keluar. Ia membantu merobek cangkang itu. Dan keluarlah penghuni telur, yang sejak tadi mengeluh. “Huaaaah… makasih ibu. Akhirnya aku keluar juga.” Larva kecil itu, menggeliat sambil cemberut. “Ibu lama sekali baru membantu.” Katanya. Sambil berjalan berkeliling di atas daun.
Bilu hanya tersenyum… “Alhamdulillaah… Ku beri kau nama, Ura.” Tapi ia berpaling pada sebutir telur yang lain. Yang masih terus bergerak-gerak.
Telur itu menggelinding ke kanan dan ke kiri. Namun tak ada suara keluhan dari dalamnya. Bilu menjadi khawatir. “Apa kau baik-baik saja sayang.” Tanyanya.
“Iya ibu… tenang saja. Aku sedang berusaha.” Sahut suara dari dalam telur.
“Kau tidak perlu bantuan?” Tanya Bilu lagi.
“Tidak bu… sedikiiiiit lagi.” Suara di dalam telur kembali menyahut dengan tenang. Baru saja suara itu terdengar. Tiba-tiba, cangkang telur robek. Dan keluarlah larva kedua. Ia tersenyum. “Alhamdulillaah.”
Bilu memandangnya dengan bahagia… “Alhamdulillaah. Ibu bangga padamu anakku. Ku beri kau nama, Uri.”
Bilu memberi makan kedua larva itu. Makanan mereka adalah cangkang telur tempat mereka keluar tadi.
Fajar berganti. Malam terlalui.
Suatu hari, Bilu memanggil kedua anaknya. “Ura… Uri… ke sini nak. Ibu mau bicara.”
Kedua larva yang telah tumbuh dengan sehat itu menghampiri ibu mereka. “Iya ibu.” Sahut mereka bersamaan.”
Saat keduanya sudah berada di dekatnya. Bilu mulai berbicara. “Anak-anakku sayang… sekarang sudah waktunya bagi kalian untuk berpuasa.”
“Puasa? Apa itu bu?” Tanya Uri.
“Puasa… berarti tidak makan sayang.” Jawab Bilu.
“Nggak makan…?” Ura memandang wajah ibunya. “Kok nggak makan sih bu. Kita bisa mati nanti. Ura nggak mau puasa ah…” Ura merengut.
“Tapi Allaah memberi petunjuk kepada semua calon kupu-kupu, untuk melakukannya anakku. Dan semua taat kepada Allaah. Setelah berpuasa, Allaah baru akan memberi kita sebuah sayap yang indah. Ura mau punya sayap indah kan?” Bilu menjelaskannya dengan penuh kasih sayang.
“Mau dong bu…” Ura menjawab dengan ragu. “Puasanya lama nggak bu?” Tanya Ura.
“Sebentar aja sayang.”
“Uri mau bu… Uri mau puasa… Semoga dapat sayap indah dari Allaah ya.” Uri sangat bersemangat. Dia sangat ingin sayap seperti ibunya. Ia ingat cerita ibu, tentang kasih sayang Allaah untuk mereka yang selalu taat kepada perintahNYA. “Uri mau disayang Allaah bu.”
“Ura juga mau bu. Ura mau punya sayap yang besar, warnanya merah, ada bintik-bintik biru. Wuiiih… pasti bagus ya.” Ura ikut bersemangat.
“Subhaanallaah… Kalau begitu, segeralah menyelimuti tubuh kalian dengan jaring-jaring dari mulut kalian. Buatlah selimut yang sangat tebal, agar kalian tidak kedinginan.” Bilu mengarahkan Ura dan Uri. Dan kedua larva itu, sedikit demi sedikit mulai tak nampak. Yang terlihat, hanyalah dua kepompong yang bergantung pada sebuah ranting pohon bunga sepatu.
Baru beberapa hari berpuasa dalam kepompong… “Ibuuu… Ura lapar.” Rengekan Ura mulai terdengar.
Bilu menghiburnya. “Sabar sayang. Ingat… Ura mau sayap indah kan?” Bilu terbang mengitari kepompong Ura sambil bersenandung… Setelah rengekan Ura menghilang. Bilu berpindah ke kepompong Uri. Ia melakukan hal yang sama.
Di dalam kepompongnya… Uri memang merasa lapar. Tapi ia hanya mengucap sebuah do’a dalam hati… “Yaa Allaah… Beri Uri kesabaran ya. Amiin.” Dan tak henti pula ia bertasbih. “Subhaanallah… Subhaanallaah… Subhaanallaah.” Uri bertasbih, hingga tertidur kembali. Dan tak merasakan laparnya.
Setelah puasa yang cukup panjang itu. Tibalah waktunya. Ura dan Uri, hari itu akan keluar dari kepompong. Bilu mengajak Ijo untuk menyambut kedua anaknya. Yang hari itu akan keluar dari kepompong dan berubah menjadi kupu-kupu. Mereka berdua terbang dengan riang mengitari pohon bunga sepatu.
Dua kepompong itu mulai bergerak-gerak. Terdengar suara kepompong yang mulai robek. Kedua kepompong itu robek bersamaan. Sementara kepompong Uri masih terus bergerak-gerak. Terdengar suara dari kepompong Ura. “Ibuuuu… Bantu Uraaaa.” Kembali Ura merengek. Bilu pun membantunya sedikit.
Sedangkan dari kepompong Uri, tak ada sedikitpun keluhan. Kantung selimutnya hanya terus berayun pada ranting. Sedikit-demi sedikit kantung itu mulai terbuka lebar. Tampaklah sayap Uri yang masih tertangkup. Warnanya agak kabur. Uri terus saja berusaha mengeluarkan tubuhnya dari dalam kepompong itu. Ia bergerak… bergerak… dan terus bergerak tanpa henti. Lama-kelamaan… warna sayap yang kabur itu, mulai tampak terang. Warnanya… Merah cerah… dengan beberapa pola matahari berwarna kuning terang pada kedua sayap itu. Nampak sangat indah. “Alhamdulillaah.” Ia terbang agak tinggi. Ia bahagia melihat sayapnya. Dan tak henti mengucap hamdalah.
Sedangkan Ura keluar sambil terus mengeluh. “Hiih… susah bener keluarnya. Terlalu kecil kepompongku.”
Bilu masih membantu merobek kepompong Ura. “Ayo terus sayang. Kau sudah mulai keluar.”
Karena bantuan Bilu… Ura sedikit bergerak. Ia tak banyak mengeluarkan tenaga. Sayap Ura mulai terlihat… Warnanya… Oranye... dengan bintik-bintik hijau. Indah juga. Namun… saat ia mencoba terbang. “Ibuuu… kenapa sayapku berkerut?” Ura mulai menangis.
Ijo, yang sedari tadi hanya memperhatikan angkat bicara. “Ura… kerut pada sayapmu itu terjadi, karena kau tak banyak bergerak saat keluar dari kepompongmu. Seharusnya gerakan-gerakanmu itu membantu meluruskan sayap-sayapmu.”
“Jadi… sayapku akan tetap begini?” Tanya Ura sedih.
Bilu dan Ijo mengangguk. “Tapi sayapmu indah kok sayang. Allaah tak melihat sayap yang indah. Tapi, Allaah ingin kau berguna untuk para bunga dalam hidupmu.” Bilu memotivasi.
“Tidak apa-apa bu. Ini karena Ura tidak sabar selama puasa. Ura minta maaf. Selama ini sudah merepotkan ibu, dengan banyak mengeluh.” Ura menyadari kesalahannya. Ia memandangi Uri yang sedang terbang dengan gembira.
Bilu memanggil Uri mendekat. “Sini sayang.” Uri pun datang menghampiri.
“Karena kalian sekarang sudah menjadi kupu-kupu. Nama kalian akan ibu ganti… Kau Ura… ibu beri nama Orena… Dan Uri… sekarang namamu adalah Meriku.”
Keduanya senang dengan nama mereka. Dan sejak saat itu… Orena tak pernah mengeluh lagi. Ia ingat kata-kata Bilu, ibunya. “Allaah tak melihat sayap yang indah. Tapi, Allaah ingin kau berguna untuk para bunga dalam hidupmu.” Dan ia tak kan menyerah. Serta selalu bersabar.
SEO CONTEST... WIN AS A TEAM...
Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda
1 komentar:
cuman satu kalimat membaca artikel yg menginspirasi ini:
ruar biasa!!!
Posting Komentar