Minggu, 31 Januari 2010

Blogger Power

Mengingat :
Bahwa banyaknya blogger Indonesia yang telah mengikuti kontes seo mengembalikan jati diri bangsa yang dimulai tanggal 14 Juli 2009 s.d 21 Desember 2009 ( selama 160 hari)

Menimbang :

* Tidak ada kejelasan mengenai tanggal dan waktu penyerahan hadiah
* Tidak pernah diresponnya email, telepon ataupun Ym! dari para pemenang dan blogger indonesia

Memutuskan :
Kami para peserta kontes seo mengembalikan jati diri bangsa memutuskan bahwa kontes seo mengembalikan jati diri bangsa yang diselenggarakan oleh beritajitu.com adalah SCAM!!

Keputusan ini dapat kami tarik kembali dengan memposting sebuah artikel postif bila hadiah telah kami terima dengan utuh sesuai kesepakatan awal.

Kami meminta kepada segenap blogger Indonesia untuk memposting artikel ini diblog masing-masing atau di facebook masing-masing. (silakan di copy paste)

ILMU BARU-ku:

*SCAM= Scam adalah berita elektronik dalam Internet yang MEMBOHONGI dan bersifat MENIPU, sehingga pengirimnya akan mendapat manfaat dan keuntungan tertentu. Contoh scam yang sering kita jumpai adalah surat berantai dan pengumuman lotre. Dalam hal ini akibat dari berita scam ini bagi penerimanya akan lebih serius, jika dibandingkan dengan spam.

Dalam bahasa Inggris, scam diartikan juga sebagai confidence trick or confidence game, sehingga pada awalnya penerima berita merasa yakin dan tidak mencurigai bahwa hal ini merupakan bentuk penipuan.

Buat para peserta kontes... Moga pada sabar ya... Keep semangat nge-blog... ^_^

Selasa, 26 Januari 2010

Taubat

Yã Allãh...

pada jejak2 kecil kami...

kami topangkan diri dng memohon kekokohanMU...

pun hati masih ternoda... Masih kami mohon kesucianMU...

tak akan sampai kebaikan kepada kami... Tanpa IzinMU...

tak dekat pada kami keburukan... Tanpa KehendakMU...

pun sekali lagi kami khilaf... Tak ENGKAU kurangi nikmatMU...

dan jika kami bertaubat... ENGKAU tambahkan RahmatMU...

Dan saksikanlah kami yã Allãh... Dengan payah... Mengarah langkah...

Dengan susah... Mengatur lidah...

Dengan penuh daya... Membimbing mata...

Sungguh inginnya... Kami hidup tanpa dosa yã Allãh...

Namun siapalah kami... Manusia dhoif yang sering kali negatif...

Ampuuuuun yã Allãh...

ENGKAU paling tau... Segala apa yang kami tutup... Semua hal yang rahasia...

setiap titik kburukan pada wajah hati kami...

Jadikan kami maluuu... Maluuu... Maluuu... Jadikan kami Maluuu padaMU yã Allãh...

di bumiMU kami berpijak... Namun masih bermaksiat... Di bawah langitMU kami berlindung... Masih pula kami jarang merenung...

jika taubat kami sebelumnya tak cukup buatMU... Maka izinkan kami taubat... Taubat... Dan taubat lagi...

adalah kami yã Rabbi... Taubat hari ini... Pada ujung hariMU... di gelapMU... Jadikan kami beruntung... Jauhkan dari rugi...

kami hidup... Sekali lagi... Untuk mengabdi... Terima taubatku, taubatnya dan taubat mereka... Ãmïn yã Tawwabu...

Senin, 25 Januari 2010

Ramadhan... In Memoriam...??

Kala itu... Di sebuah sudut waktu…

Satria Ramadhan: “Apakah kau harus pergi sekarang kawan?” Dengan wajah sedih.

Ramadhan: “Telah tiba waktunya untuk pergi. Bukan inginku. Kehendak Rabb-ku… Rabb-mu… Rabb kita.” Kesedihan yang sama.

Satria Ramadhan duduk merapat ke sisi Ramadhan. Ia menjabat erat tangan Ramadhan.

Satria Ramadhan: “Maafkan aku kawan…” Wajahnya makin sendu. Pada kedua matanya. Tampak mengaca.

Ramadhan: “Kau kan tidak salah apa-apa.” Sambil menepuk bahu kawannya itu. Dan memandangnya teduh.

Satria Ramadhan: “Aku bersalah… sangat bersalah…” Satria Ramadhan mulai menangis.

Ramadhan kebingungan.

Satria Ramadhan: “Aku… Aku… Aku kadang tertidur pada malam2mu. Sedangkan aku pernah berjanji. Akan menjaga setiap malammu. Kalaupun aku bangun setiap malam. Aku menemanimu dengan sholat. Namun… Aku bahkan tertidur dalam sujudku. Aku bersalah….” Jeritnya dalam tangis.

Ramadhan terus memandangi sahabatnya itu. Dan memeluknya….

Satria Ramadhan: “Aku bersalah… Aku juga pernah berjanji akan menggenapkan hari dengan Qur’an. Namun… Ada hari-hari yang sempat terlewat tanpa satu juz pun aku selesaikan. Walaupun akhirnya aku berhasil mengejar ketertinggalanku. Tapi… aku bersalah…” Air matanya semakin deras.

Ramadhan: “Cukup kawan… Allaah mengetahuinya. Itu cukup bagiku. Kau menyadarinya. Itu cukup bagiku. Dan kau memperbaikinya. Itu baik bagimu.” Kata Ramadhan bijak. “Tapi, aku tetap harus pergi.”

Satria Ramadhan: “Datanglah lagi nanti…” Ia melepas rangkulannya. Matanya sembab. Isaknya masih terdengar.

Ramadhan: “Kawanku… Kita ini hanya hamba. Pertemuan itu tak bisa dikira. Perpisahan ini tak dapat dielak. Syawal akan mengemban amanahku menemanimu. Kau sudah luar biasa kawan. Janganlah kau mengendurkan semangatmu ini. Tanpaku… kau harus tetap mampu mengendalikan nafsu. Tanpaku… kau tetap harus menjaga malam-malam itu. Tanpaku… kau harus tetap berhibur dengan Qur’an. Kau sudah berubah sejauh ini. Jangan sia-siakan, dengan kembali menjadi dirimu yang biasa, saat aku pergi. Rugi kawan…” Nasihat Ramadhan panjang lebar.

Satria Ramadhan: “Baiklah kawan… aku berjanji. Penyesalan ini mungkin terlambat. Tapi tak pernah terlambat untuk memperbaiki dan mempertahankan.” Ia mulai tersenyum.

Ramadhan: “Kau benar. Ada sebelas bulan setelah aku pergi. Mereka akan menunaikan amanahnya. Jika Allaah Menghendaki. Kita akan bertemu tahun depan.”

Satria Ramadhan hanya mengangguk setuju.

Ramadhan: “Sebelum aku pergi… Mari kita nikmati sisa waktu ini kawan. Aku ingin kita benar-benar lebih dalam memaknai pertemuan kita ini. Berkumpulnya kita tahun ini. Semoga membuat kau dan saudara-saudaramu mampu menjadi sosok-sosok istimewa. Kau tau tidak…? Fajar lebaran itu sungguh indah disambut oleh semua muslim. Namun tak banyak yang mampu merasakan fajar lebaran… seindah yang dirasakan oleh para pemenang. Yang dengan megah dan meriah merayakan perjumpaan cinta denganku. Dan ia melakukan pengabdian dan penghambaannya dengan rela.”

Satria Ramadhan: “Semoga aku… dan saudara-saudaraku… termasuk di dalamnya. Amiin.”

Ramadhan: “Amiin Yaa Rabbal’aalamiin.”

Kedua kawan itu pun saling berpelukan semakin erat. Detik-detik perpisahan itu… ingin mereka lalui dengan penuh cinta. Keindahan berasik masyuk dengan Sang Pencipta mereka. Allaahu Dzuljalaali wal Ikraam…

*Yaa Syahru Ramadhan… Syahrus Shiyam… Syahru tilawatil Qur’an… Syahru Qiyam… Syahru Ghufran… Ku lepas jemarimu… satu demi satu… haru…

T_T... Ramadhan...

*Satria Ramadhan: Masih teringat dirimu sahabat... Kau pergi... Namun... Tetaplah di sini... Di hatiku... Menemani hidupku... 11 sebelas bulan tanpamu... pasti berat sahabat... Namun... Masih ada... pendar semangatmu... di sini... di relung jiwa ini... Sahabat... Ku pinta... pada Rabb kita... Kan jumpa lagi... denganmu... dan... meraya cinta... (Menderas dan menganak sungai air mata rindu... dari sudut mata sang satria)

*Syawal: Aku ada di sini... menemanimu teman... ada enam hariku... yang dapat sedikit mengobat rindumu pada Ramadhan... Mari teman... pegang tanganku... Aku pun... ingin jadi sahabatmu... mari nikmati pertemuan ini... dengan pengabdian suci... Meski tak senikmat Ramadhan... Izinkan aku... menyajikan hariku... Izinkan aku...

*Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, Syafar, Robiul awal, Robiul Akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Sya'ban: Teman... Tetaplah menjadi Satria Ramadhan... Dan berjuanglah bersama kami...

MASIHKAH IA... DI HATI KITA...

Minggu, 24 Januari 2010

Inginkan... KAU...

Yaa Allaahu… Yaa Ghaniyyu… Yaa Waduudu… Yaa ‘Aliimu… Yaa Hayyu…

Aku faqir… Dalam apapun…

Aku miskin ilmu…

Dan inginku… Kau-lah sesuatu yang paling kupahami… Ku jelajahi apapun tentangMU… Hingga… tak satu pun hal tentangMU… yang tak ku tau… Jika saja ku mampu…

Aku miskin cinta…

Dan mauku… Kau-lah hal yang padaNYA ku pasrahkan hidup ini… ku genangkan rasaku… pada setiap pesonaMU… Hingga tiada cinta lain… yang mampu memalingkanku dari men-Satu-kanMU…

Aku miskin bahagia…

Dan pintaku… Kau-lah indah itu… Yang bersamaNYA aku aman… Sejuk dalam seluruh jengkal hatiku… Hingga tiada senandung pilu… yang berirama di jiwaku…

Aku miskin ketenangan…

Dan harapku… Kau-lah Yang melapangkan himpitku… Meluaskan sempitku… membuatku penuh rela menerima semua yang Kau ingin ku terima… Memuncakkan kesyukuran… Serta… Menghilangkan batas kesabaran…

Aku miskin harta…

Dan asaku… Kau-lah Yang selalu mencukupkan kebutuhanku… di tengah keterbatasan mampuku… Penuhi setiap ruang puasku… dengan kebaikanMU… Hingga tak perlulah… ku bergantung… selain kepadaMU…

Aku miskin waktu…

Dan izinkanku… bersama waktu… Yang hanya milikMU… Yaitu sedikit masa… yang Kau titipkan padaku… Jadikan waktu itu… bercahaya di tanganku… agar penuh dengan pendar makna… Jadikan waktu itu… bersinar di pikirku… hingga menghasilkan kerlip karya penuh guna… Dan tak perlu banyak waktu… kecuali di dalamnya… Kau izinkanku… menjadi manusia yang bernilai bagiMU…

Yaa Rabbi…

Aku miskin segala… Kau utus ke dunia dengan segala Yang Kau punya…

Raga ini… MilikMU… Di setiap pori-pori inilah… tanda Kau Berkuasa… Dalam setiap sel itulah… Tanda Kau Ada… Di Nafas tak henti inilah… Ku temukan Kau tiada duanya… Di jantung yang berdetak inilah… Kau buatku merasa… Kau-lah segala…

Jiwa ini… DariMU… Biarkanku… menemukanMU… dalam penjelajahan rasaku… agar sanggup diriku… Tak merasa bebas dariMU… Karena jiwa telah jatuh pada kedalaman rasa… Bahwa Kau melihatku… Dalam gelap dan terangMU… Pula Kau mendengarku… Dalam sepi dan ramaiMU… Betapa ku ingin begitu… MeneguhMU… sebagai Segala-ku…

Akal ini… PemberianMU… Buatlah pikirku… sedemikian rupa… tuk MengadakanMU selalu… Dalam dudukku nan lemah… Dalam baringku yang rapuh… Dan pada berdiriku yang tak kokoh… Agar ia tak berlari liar… menarikku tuk ingkar… Jadikan ia dalam kendaliku… Untuk menjadikan KesegalaanMU… adalah tak tertolak…

Dalam hidup ini… Ingin KAU… Menjadi SEGALA-ku…

Amiiin Yaa Rabbal’alamiin…

Kamis, 21 Januari 2010

Versi Cinta

Cinta 1 : Berdua... Saling cinta... Memenjara diri dalam kasih. Tiada orang lain di antara ke2nya. Segalanya untuk belahan jiwa. Setiap ungkapan cinta tercurah pada satu nama...


Inilah Cinta...


Cinta 2 : Jadi sudut ke 3. Dari sebuah cinta... Setelah separuh jiwa mencintai sebuah cita... Menghabis waktu dng yang ke satu... Mencurah cinta pada satu asa... Menjadi istri ke 2... Dari suami yang memiliki istri pertama... Bernama 'PERJUANGAN'...


Ini baru Cinta...


Cinta 3 : Menjadi yang pertama... Namun memimpikan cinta memiliki sayap ke 2... Mengharapkan rasa bisa dibagi bersama... Bermimpi... Bahtera berlabuh pada 2 dermaga... Dan terjadilah... Cinta harus berbagi... Berbagi segalanya... Bahkan... Berbagi CEMBURU...


Hmm... Ini lebih dari CINTA...


Subhãnallãh...

Yã Allãh... Jadikan aku seindahnya... Buatlah diri sepertinya... Dan izinkan aku lebih baik lagi... Bersamanya. Ãmïn.

Hanya Ingin Berbagi

Ketika setiap potensi menjaring puji... Maka ingatlah... Ada Dzat Yang Memberikan itu padamu... Ucapkan Alhamdulillãh...



Kala ada ilmu... Yang membuat Mereka menyukaimu... Maka kembalilah mengingat bahwa ada Dzat Yang Menganugrahkan itu padamu... Dan ucaplah Alhamdulillãh...



Bila ada Semangatmu yang bersinar tanpa jemu... Dan membawa manusia tak lelah menantimu... Maka berbaliklah serta ingat lagi... Ada Dzat Yang Mengalirkan itu padamu... Karenanya ucapkan Alhamdulillah...



Ketika Kuatmu menarik perhatian dunia menujumu... Maka menunduklah... Bukankah ada Dzat Yang Menyertakan itu denganmu... Segeralah berkata Alhamdulillãh...


Waktu setiap lebihmu mencuri cinta dari hati semesta... Maka berlututlah renung kembali... Ada Dzat Yang Menyematkan itu padamu... Dan katakan Alhamdulillãh...



Dan pabila hatimu mulai ragu dng mimpi tentang keinginan untuk berbagi... Maka hentilah...



Karena potensi itu telah kau rendahkan hingga hina...



Karena ilmu itu telah luluh lantak menjadi debu dan nista...



Karena semangat itu telah berkeping menjadi tak berharga...



Karena kuat itu telah rusak oleh riya...



Dan kelebihan itu telah hilang menguap jadi udara...



Diri... Jiwa... Hati... Luruslah kembali... Bukankah hanya satu azzam kita kala itu... Ini hanya bentuk pengabdian pada Sang Pencipta kita...



Berbenahlah kembali... Gerak, kerja dan amal ini... Lahir dari Sebuah Energi...



KITA... HANYA INGIN BERBAGI...

Oke diri ? (Yup!)
Oke hati ? (Siip!)
Oke jiwa ? (Deal !)

Dan inilah deklarasi Cinta... Antara Hati... Raga... Dan Jiwa... Untuk semua... Karena Allãh...

Selasa, 19 Januari 2010

Beruntung...

Aku pernah jatuh...

Terjerembab oleh kalah...

Lalu... membagi tangis...

Melempar keluh ke segala penjuru...

Mengoper kesah ke setiap arah...

Dan hanyut dalam sedu sedan...

Teringat... apa yang Kau lakukan...

Kau perlihatkan lebih banyak luka... yang berlebih laranya...

Kau perdengarkan rintih... yang lebih pedih dari ringisanku...

Kau tunjukkan hitam... yang lebih gulita dari gelapku...

Mengapa..??

Bukannya Kau tampilkan senandung bahagia...

Atau Kau gelar panggung ceria...

Setidaknya... sebuah kisah yang gembira...

Tidak... Kata-Mu...

"Hambaku sayang... untuk membuatmu merasa beruntung... maka, Ku perlihatkan ketidakberuntungan."

"Supaya kau merasa bahagia... Maka Ku tunjukkan ketidak bahagiaan."

"Demi kau dapat menemukan terang... maka Ku persembahkan kegelapan."

"Mengertilah... tak ada yang lebih menginginkan kau tersenyum... kecuali Aku."

"Tak ada yang sangat berkehendak kau harus bahagia... melainkan Aku."

"Jika kau terima cara-Ku mencinta... maka... bersabarlah..."

"Pilihan... ada padamu... wahai hamba-Ku."

~~~~~~~^^^^^^^~~~~~~~~~~~~~~~~

Dalam jatuhku... Dia menghiburku... Ku terima cinta-Nya... yang sungguh tak sederhana...

Dalam rasa kalahku... Aku BERUNTUNG...

Alhamdulillaah...

Selasa, 12 Januari 2010

Sahabat adalah Sang Fajar

Salam sahabat... apa kabar hatimu... sedangkah duka menderamu. Semoga terhapus laramu... dengan sabarmu. Yang Allaah semat di jiwamu. Amiin...

Sahabat... adalah sang fajar dikala gelap pergi..

Ia bersinar tangguh di tengah mendungmu...

Sahabat punya banyak warna pada cahayanya...

Sehingga mejikuhibiniu... mengindahkan hidupmu... bahkan lebih dari warna pelangi itu..

Ia mengisi kurangmu... tanpa menganggapmu kurang...

Dipelajarinya lebihmu... demi membantumu... lebih baik lagi..

Ia menarik ruh-mu yang jatuh lunglai...

Dipapahnya dirimu... ketika hebatmu luntur...

Bila kau terjatuh di jurang dalam... Maka tali persahabatannyalah yang membantumu lepas dari bahaya...

Kuungkap... sebanyak apapun tentang sahabat... maka tak kan pernah lengkap...

Karena... sahabat... adalah... orang hebat...

Secarik rasanya... dilipatnya rapat... demi mendengar bahagiamu...

Maka... persembahkanlah... yang terindah... untuk sahabatmu...



~~~~~*******~~~~~~**********~~~~~~***~~~~~

Sahabat... Kearah mana pun kita pergi... Kedepan... belakang... atas... bawah... kiri... kanan... sertakanlah... KEYAKINAN... :)

Semoga Allaah ridho... dengan persahabatan kita. AMiin

Kamis, 07 Januari 2010

Salah Satu Bintang-Q

Apakah anda orang tua yang memiliki anak yang selalu berbicara, mengeluarkan bunyi-bunyian dari mulutnya dan selalu tak pernah berhenti bergerak? Seorang anak yang selalu memancing kata ‘masya Allah’ , dari orang-orang yang berinteraksi dengannya? Atau sering kali gurunya ‘mengadukan’ perilakunya disekolah? Saya punya murid yang seperti itu. Dan mungkin saya termasuk guru yang suka mengadukan aktifitas Farhan di kelas. Mungkin saya lebih leluasa melakukannya, karena saya mengenal kedua orang tuanya.

Sebut saja Farhan, begitu nama sebenarnya. Karena saya ingin semua orang mengenal Farhan sebagai Farhan. Farhan murid saya sejak kelas kecil. Dan saat kelas besar, saya kembali menjadi wali kelasnya. Farhan adalah keunikan tersendiri dari kelas saya. Farhan kecil dapat berbicara dengan lancar, dengan banyak kosakata, walaupun saat awal kelas kecil, saya selalu meminta Farhan mengulangi kata-katanya.
Sekarang, Alhamdulillah, saya tidak perlu meminta Farhan untuk mengulangi kata-katanya, karena sudah jelas. Dan sekarang malah membuat saya sedikit kewalahan untuk menenangkannya walau sesaat. Apalagi saat saya sedang menjelaskan sesuatu didepan kelas, Farhan akan dengan sengaja mengeluarkan suara-suara dari mulutnya. Entah sedang bicara sendiri, atau kadang-kadang Farhan menirukan suara burung, kucing, atau suara-suara yang lain.

Belakangan Farhan suka mengucapkan kata-kata yang menarik perhatian teman-temannya. Dan membuat teman-temannya semakin sering mengadukan kata-katanya. “Bu…Farhan bilang ini.” “Bu…Farhan bilang itu.” Biasanya saya cuma bisa mengatakan “Bu guru tidak dengar, tapi Allah dengar loh, Farhan.” Atau kadang-kadang saya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala dan menatap mata Farhan yang kalau sadar telah berbuat salah, ia akan mengerjap lucu.

Belum lagi Farhan sangat aktif bergerak. Tangannya seperti mesin yang tak dapat berhenti melakukan apa saja. Memencet hidung temannya, mengacak rambut temannya, menyentuh barang-barang dimeja guru tanpa ijin. Dalam kegiatan mewarnai dengan cairan pewarna, walaupun saat itu bukan kegiatan melukis dengan jari, Farhan akan dengan sengaja mencelupkan jarinya kedalam cairan-cairan itu. Membuat saya harus berkali-kali mengingatkannya untuk tidak mengelapkannya ke baju atau meja.

Suatu hari…(saat itu kami sudah mempelajari mengenai binatang), kami akan membuat kebun binatang dengan plastisin. Setelah membuat kandang, pohon, jalan dan kolam, anak-anak akan mengisinya dengan binatang-binatang.

“Ayo anak-anak… semua boleh mengisi kandang-kandang dengan binatang buatannya.” Mereka langsung sibuk dengan plastisinnya. Si Aqil membuat ular yang sangat besar, Aldo membuat buaya yang seperti cicak, Ega buat cacing (he he. . . ayo kebun binatang mana yang ada cacingnya ?) Teman-teman yang lain ada yang buat bebek, beberapa sangat suka membuat ular. Hingga kebun binatang kami hampir penuh dengan binatang berbisa itu.

Saya sempat meninggalkan mereka ketoilet beberapa saat dalam pengawasan rekan saya dikelas. Saat saya kembali, saya melihat beberapa binatang tambahan. Saya mengamatinya lebih dekat. Subhanallah. . .dikebun binatang itu sudah ada Gajah yang lengkap dengan belalai dan telinga lebarnya. Ada juga seekor burung yang merentangkan sayapnya, bertengger diatas pohon. Saya menebarkan pandangan, mencoba mengira-ngira, siapa pembuatnya. Sepertinya kebanyakan murid masih membuat ular.

Tiba-tiba Farhan datang mendekat, dan meletakkan seekor binatang didalam kolam. Allaahuakbar! Itu Buaya! Benar-benar Buaya (tidak mirip cicak )
Saya menghampiri Farhan “Farhan tadi buat apa saja sayang ?”

“Itu bu. . .Gajah, Burung, Ular, sama Buaya” Jawab Farhan dengan gaya khasnya (berbicara sambil memanyunkan bibirnya )

“Wah. Hebat ! Alhamdulillah buatan Farhan bagus semua.”
Serentak anak-anak yang lain mendekatiku sambil membawa karya mereka “Bu, saya buat ini.” “Bu, saya buat ini.”

Saya tersenyum “Tentu-tentu semua bagus, karena sudah berusaha membuat sendiri.” (Berhasil. . .berhasil kita sudah berhasil. Yesss !!)

Saya memegangi jari-jari mungil Farhan. Mungkin tangan ini memang seperti mesin yang tak bisa berhenti bergerak. Orang lain mungkin saja mengatakan bahwa ini adalah jari-jari yang jahil. Tapi menurutku, ini adalah jari-jari ISTIMEWA.

**Tangan-tangan Farhan tidak akan berhenti bekerja, sebelum kepalanya menghentikan lingkaran imajinasi yang berfrekuensi tinggi. Farhan selalu ingin membuat barang-barang yang bisa ia buat sendiri atau dengan sedikit bantuan. Bahkan ia berkata “Saya ingin membuat kaca mata sisir.” Biasanya. . . apa yang ia katakan, beberapa hari kemudian akan jadi sebuah benda dalam bentuk kongkret yang ia buat dengan bantuan Abi atau Uminya.

Senin, 04 Januari 2010

Menjadi Magnet

Apakah pernah, anda melihat magnet ? Entah, kekuatan macam apa, yang telah dikaruniakan Allah, padanya. Sehingga magnet, menjadi benda yang begitu ‘menarik’, bagi benda-benda lain, yang terbuat dari logam. Ada sih, magnet alam. Yang dari sononya, sudah memiliki kekuatan itu. Namun, ada juga magnet buatan. Benda-benda, yang memang mendapatkan stimulan, untuk dapat menjadi magnet.
Mencermati kekuatan magnet, sepertinya mengingatkan kita, pada beberapa individu, yang memiliki kekuatan yang sama. Yaitu, menjadi begitu menarik, bagi orang lain. Kadang-kadang menjadikan kita bertanya-tanya. Apa yang membuatnya bisa begitu menarik ? Kata-katanya ? Sifatnya ? Atau penampilannya ? Itu, bagi mereka yang sudah menjadi magnet, dari sononya. Bagaimana dengan kita ? Yang menarik, juga kagak. Apakah, seperti magnet buatan ? Menjadi orang yang menarik, mungkin memang perlu usaha, seperti halnya merubah logam biasa, menjadi magnet. Pasti perlu !


Begitu pula menjadi pendidik. Bagi kita, yang telah ‘nyebur’ kekolam pendidikan, dan menjadi atlet utama dikolam ini, yaitu, menjadi guru. Tak diragukan lagi, mau tidak mau, kita harus memiliki unsur-unsur tertentu, yang membuat kita bisa jadi magnet. Yang begitu menarik, sehingga, membuat yang ada di sekitarnya, menjadi demikian dekat dan lengket. Magnet, mungkin dapat menarik benda-benda logam, meskipun si magnet dalam keadaan diam. Namun, tidak demikian halnya, dengan pendidik. Pendidik akan menghadapi benda hidup, manusia. Yang harus disentuh perasaannya, dibangkitkan minatnya, dan dimotivasi geraknya. Ya. Murid-murid kita adalah manusia. Dan satu-satunya cara, untuk membuat mereka tertarik, adalah mengeluarkan seluruh potensi yang ada pada diri kita, sebagai manusia. Mau tidak ? Kalau jawaban anda ‘tidak mau’, maka segeralah keluar dari kolam ini. Karena kolam ini, hanya dapat di isi, oleh orang-orang yang mau mengerahkan setiap potensi, yang ada pada dirinya.

Sebaiknya anda sudah siap, untuk menerima ilmu ‘magnetis’ ini. Sebelum meneruskannya, terlebih dahulu, hiruplah udara sedalam-dalamnya, dalam sepuluh hitungan. Kemudian, tahan, dalam sepuluh hitungan. Dan, lepaskan, dalam lima hitungan. He he. Agak sesak, ya. Itu salah satu cara menjaga kesehatan anda, sebagai pendidik.

Oke ! Potensi pertama yang kita miliki, adalah, ruh.
Bayangkan. . , kita ingin mengenalkan kasih sayang, pada murid-murid kita. Tapi, ruh kasih sayang itu sendiri, belum kita miliki. Suatu kali, betapa kita ingin, menjadikan anak-anak kita disiplin. Namun, ruh disiplin, tidak terpatri secara benar, dalam diri kita. Dan hasilnya, saat kita bicara tentang kasih sayang, tanpa ruhnya. Apakah ada, murid yang mendengarkan. Yo, mbak yu. Sekedar mendengarkan saja, mereka sudah bersikap cuek. Tak akan pernah sampai, masa bagi mereka untuk mengamalkan, apa yang pernah kita bicarakan pada mereka. (Hei, anda telah melewati kata, pada) (???) Bingung, kan. Seorang pendidik, akan kehilangan kekuatan magnetisnya, jika merasa, dirinya paling tau. Dan, pendidik dengan tipe ini, tidak lagi memiliki ruh menghargai. Ruh menghargai, yang akan menimbulkan kekuatan magnetis pada diri kita, hanya akan terlihat dan terasa, jika kita tidak bicara ‘pada mereka’. Namun. ., bicaralah ‘dengan mereka’. Bagaimana kita, tidak sekedar berbicara,. Namun, mendiskusikannya dengan murid-murid. Sebenarnya, ini baru sekian persen, dari potensi ruh. Karena, ruh yang baik, akan mempengaruhi setiap kata kita menjadi ‘kaulan tsakiilaa’. Yang mampu mempengaruhi, siapapun yang mendengarkan. Karenanya, nyok, kite baikin ruh kite. Soalnye, untuk ngebagian cahaye, ke orang laen, seenggak-enggaknye, kite bise jadi lilin kecil, nyang siap ngebagiin cahaye buat dunie. Oke !

Akal, adalah potensi kedua, yang kita miliki.
Benda-benda dari logam, mungkin tidak akan pernah punya rasa bosan, terhadap si magnet. Tapi murid kita ? Tetaplah ingat selalu. Bahwa, mereka adalah manusia. Yang harus disentuh, perasaannya. Di bangkitkan minatnya. Dan Di motivasi, geraknya. Tentu saja, mereka punya rasa bosan. Trus ? Yok opo, rek ? Apa yang harus kita lakukan. . . Oh, jangan biarkan dia merasa bosan pada diri kita. . *simpuh mode on* Gunakan akal. Berfikirlah. Apa yang membuat mereka bosan ? Pernahkah terfikir, untuk membuat jendela rendah, pada ruang kelas kita? Agar anak-anak bisa memandang keluar, dengan leluasa. Apa yeng terbayang di benak kita ? Mungkin ini yang terbayang. . ., ‘oh, tidak, si Zidan manjat jendela. Maasya Allah ! beberapa anak memanggil tukang balon. Innalillahi, si Ical buang sampah lewat jendela. Aaaaaaaaaaaaaaaa, aku capek teriak-teriak, mereka cuma merhatiin jendela.’ Kacau banget. Namun, coba bayangkan. . ., ‘dari jendela rendah itu, anak-anak bisa melihat perbaikan jalan. Siapa saja yang mengerjakan . Alat apa saja yang digunakan. Bagaimana mengerjakannya. Bagaimana hasil akhirnya.’ Bukankah lebih tenang ? Kita tidak panik, dan anak-anak dapat ilmu baru. Setidaknya, berfikirlah untuk menggunakan jendela, bukan hanya berfungsi sebagai tempat sirkulasi udara. Tapi, jadikan jendela multifungsi.
Ha ? (kok bengong sih) belum nyambung, ya. Hei, kita bukan hanya bicara tentang jendela, lho. Tapi, semua benda, sarana dan prasarana, bekas atau baru, jadikan semuanya memiliki multifungsi. Intinya adalah kreatif, kreatif, kreatif (he he, cool banget nggak sih, gaya gue). Teroboslah sebanyak mungkin zona tidak nyaman (seperti, persepsi jendela rendah, diatas). Dulu, mungkin kita gunakan sepatu, untuk sekedar
alas kaki. Sepatu akan terlihat nyaman, kalau dia berada dikaki, atau dirak sepatu. Bagaimana, jika dia didalam kelas. Dalam keranjang cucian, digunakan untuk belajar berhitung, mencari pasangan, melempar sebagai pengganti bola, mengenal warna, belajar simpul, mengidentifikasi, mengenal pemilik, atau anda punya saran lain ? Gimana ? Apakah seorang pendidik, dengan fikiran seperti ini, akan membuat muridnya bosan ? Tidak! Anak akan senantiasa menunggu ide baru kita. Akal kita, akan membuat kekuatan magnetis yang luar biasa. Kata-kata, mungkin bisa saja membuat orang lain tertarik. Tapi, kreatifitas akan membuat kita jadi lebih menarik. So, kite musti maksain diri, buat mikirin nyang baru-baru. Soalnye, kite sendiri udeh bosen ame nyang lame-lame.

Pasti udah tau kan. Potensi kita yang ketiga ? Ya, benar. Potensi ketiga, adalah anggota tubuh. Gunakan wajah kita saat bercerita. Rubahlah mimik, bentuk bibir, gerak mata dan yang lainnya. Gunakan juga suara kita. Apakah suara Harimau, sama dengan suara Bebek ? Tidak, bukan. Gunakan juga gerak tubuh kita. Bagaimana gerakan seekor Rubah, yang sedang mengintai mangsanya, Jerapah, yang sedang menggapai daun, dipucuk pohon. Itu semua kan perlu gerakan. Jangan pernah ragu, untuk meng’eksploitasi’ tubuh, dalam rangka membuat mereka tertarik. Saat menjelaskan sesuatu, jangan hanya gunakan lisan saja. Namun, gunakan seluruh tubuh, untuk membahasakan isi dan menarik perhatian murid. Menarik bagi kita. Belum tentu menarik, buat anak murid. Jelas sekali, anak-anak akan merasa bosan dengan kegiatan ‘mendengar’. Setelah enam bulan mengajar, sudah berapa anak, yeng kehilangan ketertarikannya, pada cerita kita ? Amatilah. . .Jika kita masih terus menggunakan lisan untuk menjelaskan. Maka, kita pasti menemukan, semakin banyak anak, yang tidak mendengarkan. Dan kekuatan magnetis kita, semakin berkurang, dan tak berdaya. Jadi, nyok, kite ngegunain semue anggote tubuh kite, dengan sebaik-baiknye. Kagak ade lagi, nyang boleh bikin kite, jadi malu-malu bergerak, juge bersuare. Pokoknye, nyok kite nonton ondel-ondel.’ Ha ha ha.

Masih tidak bisa menjadi magnet ? Tetaplah berusaha. Karena, Allah tidak melihat hasil. Namun Allah senantiasa melihat apa saja yang kita kerjakan, untuk mencapai hasil tersebut. Bukankah kita berniat jadi magnet, agar bisa membawa murid-murid kita, pada cahaya cinta, dari islam. Dan contoh terbaik bagi seorang muslim, untuk menjadi magnet, adalah Rosululloh Muhammad. Beliaulah pemilik kekuatan magnetis, paling indah, sejagat raya. Bisa tidak, ya ?
Jawabannya : ‘INSYA ALLAH KITA BISA’

**Segenap kemampuan sudah semestinya, tercurah kedalam hari-hari itu. Karena, setiap hari, akan kita temui, ‘gelas-gelas kristal’ yang mungil. Yang sudah selayaknya diisi, dengan banyak kebaikan. Agar kelak, ‘gelas-gelas kristal’ itu, dapat mencurahkan isinya, bagi mereka yang dahaga, akan kebenaran.

SEO CONTEST... WIN AS A TEAM...

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Membawa Dunia

Rasanya, belum lama saya menjadi seorang pendidik. Mungkin empat tahun, adalah waktu yang cukup panjang, bagi sebagian orang. Tapi tidak bagi saya. Sepertinya, baru kemarin saya mengajar. Saya masih ingat, pertama kali berada disekolah ini, saya hanya seorang baby sitter. ‘Believe it or not ?’ (please, believe it). Percaya atau tidak, itulah diri saya yang dulu. Itulah awalnya, saya mengenal sosok mungil yang sampai saat ini, senantiasa mengisi hari-hari saya. Saya menungguinya, meninabobokannya, mengajaknya berbicara, mengganti popoknya, membelainya, dan melakukan hal-hal lain yang biasa dilakukan oleh baby sitter. Dan salah satu keahlian saya, adalah menghentikan tangisannya. Yang membuat saya bersyukur, sekaligus heran, sejak saat itu, saya sepertinya, bisa menghentikan tangis bayi atau anak manapun yang saya temui. Sejak menjadi baby sitter, saya paling tidak tahan mendengar tangisan. Kalau ada anak, atau bayi didekat saya yang menangis, saya pasti berhasil menenangkannya. Bahkan sampai membuatnya tertidur.

Betapa saya melakukannya, benar-benar karena saya tidak rela, sosok-sosok mungil itu, kehilangan haknya untuk ceria. Dan empat tahun itu pun berlalu. Entah sudah berapa banyak tangis, yang berhasil saya hentikan. Yang pasti, semakin hari, dunia ini semakin luas saja. Saya tau, saya tidak lagi menghadapi bayi, seperti dulu. Setiap tahunnya, saya menghadapi dua puluh sampai tiga puluh anak, setiap harinya. Belum lagi, menghadapi problematika anak, yang semakin kompleks saja. Saya merasakan, anak tidak lagi hidup dengan kepolosan, karena dia tidak menemukan kepolosan disekitarnya. Anak tidak lagi jujur, karena dia senantiasa dibohongi. Anak tidak percaya diri, karena seringnya, dia dicela. Anak tidak lagi ceria, karena terlalu banyak orang yang membatasi. Begitulah. Saya sepertinya agak sulit, menemukan anak-anak yang seutuhnya. Mereka berubah. Karena manipulasi orang-orang dewasa. Mereka dibebani dengan tuntutan-tuntutan. Seperti layaknya boss terhadap bawahannya. Sekolah, tidak lagi menjadi tempat belajar. Melainkan telah menjadi sebuah perusahaan, tempat bekerja.
Semakin hari, semakin saya tidak rela. Sosok-sosok mungil itu, menjadi robot-robot, yang tak berperasaan. Mereka semakin sering menyakiti, satu sama lain.

Memusuhi, monopoli, bahkan mereka bisa melakukan konspirasi. Perih dihati, tak urung, timbul setiap hari. Menyaksikan dunia ini telah ternoda. Bahkan, juga oleh virus cinta. Apa yang bisa saya perbuat ? Saya masuk kedunia ini, dengan sedikit ilmu. Tidak pantas rasanya, membawa dunia ini, dengan tangan kecil saya. Karena saya takut, akan menjatuhkannya, dan membuatnya cidera. Namun, betapa inginnya saya membawa dunia ini kembali ke asalnya. Saya mungkin, bukan orang yang dapat menghadirkan kepolosan, didalam dunia ini. Namun setidaknya, saya selalu berusaha untuk memahami kepolosannya. Saya memang bukan orang yang terlalu jujur. Namun setidaknya, didalam dunia ini, saya berusaha untuk selalu jujur. Saya benar-benar ingin, membawa dunia ini. Mengembalikan kepolosan, kejujuran, percaya diri, dan keceriaannya.

Tidak ada hal lain, yang bisa mengembalikan keceriaan, kembali hadir didunia ini, kecuali dengan bermain. Permainan selalu membawa senyum simpul, bahkan tawa membahana keluar dari mulut-mulut mungil. Tidak seharusnya kita menjauhkan sikecil, dari bermain. Rasanya, itu sama saja, seperti memasukkannya kedalam penjara. Dia pasti hanya akan diam, dan bergerak, jika ada perintah. Dia tidak akan menikmati setiap diam dan geraknya. Pernahkah memainkan permainan jadi patung ? Saya selalu mendapati, sosok-sosok mungil itu, menikmati diamnya. Dari pada, kita meneriakkan kata ‘diam’ dengan nada sekian oktav. Menghabiskan energi, dan sangat sia-sia. Dengan bermain juga, kita bisa selalu mendapati kepolosan, yang muncul. Dari setiap kata, dan sikap anak-anak. Apa lagi dalam hal menunggu giliran bermain. Rasanya, hanya kadang-kadang saja, mereka bisa ingat, kapan giliran mereka bermain. Itu karena, dunia ini memang dunia bermain. Dengan bermainlah, mereka bisa mengerti. Dengan bermain, mereka menjadi lebih tau. Dengan bermain, mereka menjadi lebih banyak belajar. Namun, dengan bermain pula, mereka tidak perlu merasa dinilai setiap harinya. Karena, biasanya, penilaian mengaburkan makna dari pelajaran. Lalu dengan apa lagi kita bisa bawa dunia ini. Agar menjadi lebih baik ? Rasanya, bermainlah, satu-satunya cara. Benar, dunia ini, sudah seharusnya kita bawa BERMAIN.

**Seringkali kita tak sadar, menghentikan anak dari permainan, sama halnya dengan kita menghentikannya belajar.



SEO CONTEST... WIN AS A TEAM...

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Minggu, 03 Januari 2010

Menghabiskan Waktu

Hidup memang sebuah perjalanan. Semua terus tumbuh dan berkembang dan berubah seiring waktu. Apakah ini sebuah pewajaran terhadap pernyataan “Biar waktu yang menjawab segalanya”. Atau, memang waktulah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas hidup kita. Sehingga menjadi sesuatu yang wajar adanya, kalau kita membiarkan waktu lewat begitu saja. Bahkan yang lebih sadis, sebagian orang memprogramkan kegiatan-kegiatan untuk membunuh waktu (waw).
Apakah masih perlu lagi kita memikirkan apa yang akan terjadi pada diri kita nanti ? Apa yang bisa kita lakukan besok ? Apakah kita akan tetap jadi manusia yang biasa-biasa saja ? Akankah ada hal-hal besar yang dapat kita capai ? Dan sementara kita masih jadi manusia biasa, Masehi menentukan waktu telah berjalan 2006 tahun lamanya. Hijriyyah 1426 tahun lamanya. Bahkan fosil-fosil Dinosaurus yang ditemukan, seperti berbicara tentang kehidupan bumi yang sudah berdenyut selama jutaan tahun.
Sembilan bulan dalam kandungan adalah masa paling menakjubkan. 0-5 tahun adalah

usia emas. SMA adalah masa paling indah. (katanya)
Waktu…waktu…waktu…Semakin kita telusuri, hidup kita benar-benar tidak lepas dari lingkaran waktu. Begitu pentingnya waktu, sampai kita tidak sadari bahwa sebagian besar hidup kita telah melewati masanya. Tulang tak lagi kuat, organ tubuh melambat, kulit mengerut. Hmm. . .Sadar atau tidak, detik telah lewat, menit telah lewat, jam, hari, bulan, dan tahun telah lewat. Namun bisakah kita mengira yang terjadi sedetik lagi, semenit lagi, sejam lagi, sehari lagi, sebulan, atau setahun lagi (sungguh kita tak akan bisa).
Tak akan kita temukan sesuatupun didunia ini yang kekal. Semua telah di batasi, telah ada perhitungannya, dan tak dapat ditawar lagi. Akan tiba masanya maut menjemput, Izro’il mencabut nikmat ruh yang telah tersia, akal yang percuma, badan yang malas. Apa mau di kata ? Sedang Fir’aun yang mengaku Tuhan pun . . . MATI. Chairil Anwar yang ingin hidup seribu tahun lagi pun . . . MATI. Muhammad . . .sang manusia terbaik pun . . . MATI.
Lalu. . .siapa kita ? Apa yang kita punya untuk menyambut sang kematian ? Kita adalah pendidik. Dan waktu kita, kita habiskan untuk mendidik. Lalu bagaimana dengan

waktu untuk diriku ? Untuk melaksanakan amal-amalku ? Aku hampir kehabisan waktu hanya untuk mendidik. Waktu kita ‘habis’ untuk bercanda dengan makhluk-makhluk mungil. Tenaga kita ‘diperas’ untuk bermain dengan mereka. Fikiran kita ‘terkuras’ untuk membahagiakan mereka. Setiap hari adalah milik mereka. Kita ‘harus’ tersenyum dikala sedih. Kita ‘harus’ sehat dikala sakit. Kita ‘harus’ kuat di kala lemah.
Lalu kapan kita akan beramal ? Bahkan diwaktu bersantai kita pun, kita akan ingat Tiara…Aldo…Rifka…Farhan…Amalia…Vania…dan berpuluh-puluh nama itu akan terus bergayut difikiran kita. Bagaimana supaya Mayendi bisa berubah ? Bagaimana agar Ega bisa lebih tenang ? Bagaimana biar Vania lebih PD ? Mungkin akan jadi beratus-ratus ‘bagaimana’, jika kita teruskan.
Begitu terus setiap hari. Kita menghabiskan waktu berfikir, untuk mencari berpuluh-puluh ide. Kita menghabiskan waktu untuk membaca berpuluh-puluh buku. Kita menghabiskan waktu untuk bertanya. Untuk siapa ? ? ? Lalu kapan kita beramal ?

TELAH KAU HABISKAN WAKTU
MENGISINYA DENGAN SEBEGITU. . .
BUKANKAH SENYUM ADALAH SODAQOH ?

BUKANKAH BERFIKIR ADALAH TANDA MANUSIA MENGGUNAKAN AKALNYA ?
BUKANKAH MEMBACA BUKU ITU AKAN MENAMBAH ILMU ?
BUKANKAH ILMU BERGUNA JIKA KAU MENGAJARKANNYA ?
BUKANKAH KITA MEMANG DIANJURKAN MENGINGAT SAUDARA KITA DAN MENDO’AKANNYA ?
BUKANKAH WANITA-WANITA ANSHOR SERING BERTANYA ?
BUKANKAH RASUL PUN BERCANDA DENGAN ANAK-ANAK ?
BUKANKAH SEORANG MU’MIN BERMANFAAT BAGI YANG LAIN ?
BUKANKAH INI BISA KAU JADIKAN AMALAN UTAMAMU ?
BUKANKAH SURGA TELAH MENANTI ORANG-ORANG YANG MEMBAHAGIAKAN ANAK-ANAK ?
SUNGGUH . . .TELAH KAU HABISKAN WAKTU
MENGISINYA DENGAN SEBEGITU
Telah terlihat jelas. Kita menghabiskan waktu semoga tidak sia-sia. Ladang amal yang begitu subur telah diserahkan pada kita. Tanamilah dengan kebaikan, pupuklah dengan kesabaran, sirami dengan do’a. Ikhlas, amanah, dan cinta adalah modal utama. Niscaya tumbuh tunas-tunas baru,

yang meninggi pucuknya, menghijau daunnya, mengokoh akarnya, mengharum bunganya, dan memanis buahnya. BUKANKAH HANYA KAU TANAM SEBUAH BIJINYA ? Dan, jika kau sungguh-sungguh, BUKANKAH POHON ITU TUMBUH DAN MEMILIKI SEKIAN BANYAK PUCUK, SEKIAN BANYAK DAUN, SEKIAN BANYAK AKAR, SEKIAN BANYAK BUNGA, DAN SEKIAN BANYAK BUAH ? Sungguh . . .kita telah menghabiskan waktu untuk memikul amanah ini. Tentu karena kecintaan pada Allah. Karena dengan pohon amal inilah kita menghabiskan waktu.
Apakah kita masih bertanya ? Bagaimana dengan waktu untuk amal-amalku ?Tentu saja. Meski Masehi akan berlalu, meski Hijriyyah akan berlalu, meski Dinosaurus sudah punah. Selama darah masih mengalir, selama jantung masih berdetak, kita tak akan pernah kehabisan waktu. MARI ! Beramal beramal dan beramal. MARI ! Bermanfaat bermanfaat dan bermanfaat. MARI ! Mendidik mendidik dan mendidik. MARI ‘MENGHABISKAN’ WAKTU !!!!!!!

**Teruntuk rekan-rekan Guru
“Bekerja dengan cinta itu laksana menenun kain yang benangnya ditarik dari jantungmu. Seolah-olah kain itu akan kau berikan pada kekasihmu” (Khalil Gibran)



SEO CONTEST... WIN AS A TEAM...

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Suatu Saat

Setiap hari menembus udara pagi...



Diiringi matahari...




Nan masih sunyi...




Hanya satu dua kendaraan lalu lalang...




Diriku memacu Jupi... Si kuda roda dua...




Tiba-tiba sosok-sosok itu tertangkap oleh pandanganku...




Yang senantiasa memacu kaki-kaki mereka lebih cepat dari siapapun...




Dalam sekejap... aku terpenjara sementara pada kekuatan mereka...




Rumah dan sekolah... Tak dekat...




Namun... kaki-kaki itu langkah pasti...




Rumah dan tempat bekerja... Jauh jaraknya...




Namun... kekuatan itu... Mencuri kekagumanku...




Dari usia-usia tua... hingga yang muda...




Dan aku... Hanya berpikir... begitu saja...




Pernah sesekali terlintas... untuk membonceng salah satu dari mereka...




Menawarkan kenyamanan di atas motor sederhana...




Hanya terlintas... begitu saja...




Setiap pagi... aku kembali melihat mereka...




Dan setiap pagi pula... rasa ini tak tega...




Sekali lagi... dan sekali lagi...




Aku Hanya merasa... begitu saja...




Lalu kapan...???




Putaran roda Jupi... tak pernah kuhentikan...




Lidah ini... hanya kelu... Tak menawarkan apapun pada mereka...




Mengapa ya...??




Semoga bukan karena hati yang buta...




Hari pertamaku nanti nanti dan nanti ???... saat aku menemukan mereka masih berjalan kaki...





Allaah... Yaa Qahhar... Paksakan diri ini henti...





Paksakan hati... henti...




Paksakan lisan... menawar diri...





Suatu saat nanti... aku akan henti... Semoga... Amin...



SEO CONTEST... WIN AS A TEAM...

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda

Sabtu, 02 Januari 2010

Uri

Seekor kupu-kupu biru… sedang terbang mengelilingi sebuah taman. Dia menebarkan pandangan ke seluruh penjuru taman… Menyusuri taman sambil sesekali berhenti untuk hinggap di daun. Sambil menatap tumbuhan-tumbuhan di taman itu… ia terlihat bingung. Kali ini… ia sedang menatap sekelilingnya. Saat itu ia sedang hinggap pada daun pohon mawar. Terlihat… Sedikit di atasnya… setangkai mawar merah yang merekah sempurna. Dan di bawahnya… ada dua kuncup mawar. Ketika hendak terbang kembali… Tiba-tiba… muncul seekor kupu-kupu hijau… dengan pola-pola oranye di sayapnya… Dia mendatangi kupu-kupu biru dengan wajah riang.

“Salam’alaykum.” Sapanya dengan penuh senyum.

“Wa’alaykumsalam.” Balas kupu-kupu biru.

“Namaku Ijo… Namamu siapa?” Tanya Ijo dengan ramah.

“Aku Bilu…” Bilu pun menjawab dengan senyum.

“Maafkan aku teman. Tapi sedari tadi… aku melihatmu berkeliling taman. Apa yang sedang kau cari? “ Tanya Ijo.

“Oh iya… aku akan bertelur… aku mencari tempat yang aman untuk telur-telurku.” Jawab Bilu

Ijo tersenyum “mari ku tunjukkan tempat aman untuk meletakkan telur-telurmu”

“Benarkah…??” si Bilu tampak gembira…

“Ikuti aku.” Ajak Ijo. Dan Bilu pun mengikutinya.

Beberapa saat kemudian… mereka sampai pada sebuah sudut taman, yang cukup tersembunyi. Ijo hinggap di pohon bunga sepatu yang rimbun.

“Nah… di sini tempatnya. Tempat ini, aman dari tangan manusia. Tidak pernah ada yang datang ke sini. Kecuali pengurus taman. Dan dia tidak pernah merusak.” Ijo berkata. Sambil mengepak-ngepakkan sayap hijaunya.

Bilu memandangi tempat itu sejenak. “Yaa… tempat ini terlihat aman untuk telur-telurku. Terimakasih Ijo.” Bilu tampak puas. Ia akan bertelur di tempat itu.

Esoknya… Bilu mulai bertelur… Telurnya ada tiga butir. Bilu menjaganya dengan penuh perhatian. Namun, esoknya… sebutir telur itu menjadi kering. Sehingga tak dapat menetas. Si Bilu sangat sedih sekali. Bilu menjaga dua butir yang tersisa. Saat angin bertiup kencang. Bilu melindungi telur-telur itu dengan sayapnya yang mulai rapuh. Saat hujan pun demikian. Bilu ingin dua telurnya, menetas dengan baik.

Usaha Bilu melindungi kedua telurnya, tidak sia-sia. Suatu hari… kedua telur itu terlihat mulai bergerak-gerak… semakin lama, gerakan telur-telur itu makin keras. Bilu sangat gembira. Ia meperhatikan telur-telur tersebut dengan seksama. Sebutir telur menggelinding ke tepi daun. Bilu berhasil menahannya agar tak terjatuh.

Setelah bergerak-gerak dan menggelinding ke sana kemari… “Ibuuuuu… capek nih… kok cangkang telurku ga terbuka-terbuka siiiiih…?” Terdengar keluhan dari dalam telur pertama.

“Cobalah terus sayang… Jangan menyerah.” Kata Bilu dengan lembut.

“Capek ibu… lapaaaar… tenagaku habis. Dari tadi berguling-guling di dalam sini. Bantu aku membuka cangkang ini.” Keluhan itu masih terdengar.

“Sedikit lagi anakku… ayo…” Bilu memberi semangat.

“Huu uh… sudah… aku tak usah keluar saja.” Telur itu berhenti bergerak.

Bilu tak tega. Akhirnya… ia membantu larva kecil di telur pertama untuk keluar. Ia membantu merobek cangkang itu. Dan keluarlah penghuni telur, yang sejak tadi mengeluh. “Huaaaah… makasih ibu. Akhirnya aku keluar juga.” Larva kecil itu, menggeliat sambil cemberut. “Ibu lama sekali baru membantu.” Katanya. Sambil berjalan berkeliling di atas daun.

Bilu hanya tersenyum… “Alhamdulillaah… Ku beri kau nama, Ura.” Tapi ia berpaling pada sebutir telur yang lain. Yang masih terus bergerak-gerak.

Telur itu menggelinding ke kanan dan ke kiri. Namun tak ada suara keluhan dari dalamnya. Bilu menjadi khawatir. “Apa kau baik-baik saja sayang.” Tanyanya.

“Iya ibu… tenang saja. Aku sedang berusaha.” Sahut suara dari dalam telur.

“Kau tidak perlu bantuan?” Tanya Bilu lagi.

“Tidak bu… sedikiiiiit lagi.” Suara di dalam telur kembali menyahut dengan tenang. Baru saja suara itu terdengar. Tiba-tiba, cangkang telur robek. Dan keluarlah larva kedua. Ia tersenyum. “Alhamdulillaah.”

Bilu memandangnya dengan bahagia… “Alhamdulillaah. Ibu bangga padamu anakku. Ku beri kau nama, Uri.”

Bilu memberi makan kedua larva itu. Makanan mereka adalah cangkang telur tempat mereka keluar tadi.

Fajar berganti. Malam terlalui.

Suatu hari, Bilu memanggil kedua anaknya. “Ura… Uri… ke sini nak. Ibu mau bicara.”

Kedua larva yang telah tumbuh dengan sehat itu menghampiri ibu mereka. “Iya ibu.” Sahut mereka bersamaan.”

Saat keduanya sudah berada di dekatnya. Bilu mulai berbicara. “Anak-anakku sayang… sekarang sudah waktunya bagi kalian untuk berpuasa.”

“Puasa? Apa itu bu?” Tanya Uri.

“Puasa… berarti tidak makan sayang.” Jawab Bilu.

“Nggak makan…?” Ura memandang wajah ibunya. “Kok nggak makan sih bu. Kita bisa mati nanti. Ura nggak mau puasa ah…” Ura merengut.

“Tapi Allaah memberi petunjuk kepada semua calon kupu-kupu, untuk melakukannya anakku. Dan semua taat kepada Allaah. Setelah berpuasa, Allaah baru akan memberi kita sebuah sayap yang indah. Ura mau punya sayap indah kan?” Bilu menjelaskannya dengan penuh kasih sayang.

“Mau dong bu…” Ura menjawab dengan ragu. “Puasanya lama nggak bu?” Tanya Ura.

“Sebentar aja sayang.”

“Uri mau bu… Uri mau puasa… Semoga dapat sayap indah dari Allaah ya.” Uri sangat bersemangat. Dia sangat ingin sayap seperti ibunya. Ia ingat cerita ibu, tentang kasih sayang Allaah untuk mereka yang selalu taat kepada perintahNYA. “Uri mau disayang Allaah bu.”

“Ura juga mau bu. Ura mau punya sayap yang besar, warnanya merah, ada bintik-bintik biru. Wuiiih… pasti bagus ya.” Ura ikut bersemangat.

“Subhaanallaah… Kalau begitu, segeralah menyelimuti tubuh kalian dengan jaring-jaring dari mulut kalian. Buatlah selimut yang sangat tebal, agar kalian tidak kedinginan.” Bilu mengarahkan Ura dan Uri. Dan kedua larva itu, sedikit demi sedikit mulai tak nampak. Yang terlihat, hanyalah dua kepompong yang bergantung pada sebuah ranting pohon bunga sepatu.

Baru beberapa hari berpuasa dalam kepompong… “Ibuuu… Ura lapar.” Rengekan Ura mulai terdengar.

Bilu menghiburnya. “Sabar sayang. Ingat… Ura mau sayap indah kan?” Bilu terbang mengitari kepompong Ura sambil bersenandung… Setelah rengekan Ura menghilang. Bilu berpindah ke kepompong Uri. Ia melakukan hal yang sama.

Di dalam kepompongnya… Uri memang merasa lapar. Tapi ia hanya mengucap sebuah do’a dalam hati… “Yaa Allaah… Beri Uri kesabaran ya. Amiin.” Dan tak henti pula ia bertasbih. “Subhaanallah… Subhaanallaah… Subhaanallaah.” Uri bertasbih, hingga tertidur kembali. Dan tak merasakan laparnya.

Setelah puasa yang cukup panjang itu. Tibalah waktunya. Ura dan Uri, hari itu akan keluar dari kepompong. Bilu mengajak Ijo untuk menyambut kedua anaknya. Yang hari itu akan keluar dari kepompong dan berubah menjadi kupu-kupu. Mereka berdua terbang dengan riang mengitari pohon bunga sepatu.

Dua kepompong itu mulai bergerak-gerak. Terdengar suara kepompong yang mulai robek. Kedua kepompong itu robek bersamaan. Sementara kepompong Uri masih terus bergerak-gerak. Terdengar suara dari kepompong Ura. “Ibuuuu… Bantu Uraaaa.” Kembali Ura merengek. Bilu pun membantunya sedikit.

Sedangkan dari kepompong Uri, tak ada sedikitpun keluhan. Kantung selimutnya hanya terus berayun pada ranting. Sedikit-demi sedikit kantung itu mulai terbuka lebar. Tampaklah sayap Uri yang masih tertangkup. Warnanya agak kabur. Uri terus saja berusaha mengeluarkan tubuhnya dari dalam kepompong itu. Ia bergerak… bergerak… dan terus bergerak tanpa henti. Lama-kelamaan… warna sayap yang kabur itu, mulai tampak terang. Warnanya… Merah cerah… dengan beberapa pola matahari berwarna kuning terang pada kedua sayap itu. Nampak sangat indah. “Alhamdulillaah.” Ia terbang agak tinggi. Ia bahagia melihat sayapnya. Dan tak henti mengucap hamdalah.

Sedangkan Ura keluar sambil terus mengeluh. “Hiih… susah bener keluarnya. Terlalu kecil kepompongku.”

Bilu masih membantu merobek kepompong Ura. “Ayo terus sayang. Kau sudah mulai keluar.”

Karena bantuan Bilu… Ura sedikit bergerak. Ia tak banyak mengeluarkan tenaga. Sayap Ura mulai terlihat… Warnanya… Oranye... dengan bintik-bintik hijau. Indah juga. Namun… saat ia mencoba terbang. “Ibuuu… kenapa sayapku berkerut?” Ura mulai menangis.

Ijo, yang sedari tadi hanya memperhatikan angkat bicara. “Ura… kerut pada sayapmu itu terjadi, karena kau tak banyak bergerak saat keluar dari kepompongmu. Seharusnya gerakan-gerakanmu itu membantu meluruskan sayap-sayapmu.”

“Jadi… sayapku akan tetap begini?” Tanya Ura sedih.

Bilu dan Ijo mengangguk. “Tapi sayapmu indah kok sayang. Allaah tak melihat sayap yang indah. Tapi, Allaah ingin kau berguna untuk para bunga dalam hidupmu.” Bilu memotivasi.

“Tidak apa-apa bu. Ini karena Ura tidak sabar selama puasa. Ura minta maaf. Selama ini sudah merepotkan ibu, dengan banyak mengeluh.” Ura menyadari kesalahannya. Ia memandangi Uri yang sedang terbang dengan gembira.

Bilu memanggil Uri mendekat. “Sini sayang.” Uri pun datang menghampiri.

“Karena kalian sekarang sudah menjadi kupu-kupu. Nama kalian akan ibu ganti… Kau Ura… ibu beri nama Orena… Dan Uri… sekarang namamu adalah Meriku.”

Keduanya senang dengan nama mereka. Dan sejak saat itu… Orena tak pernah mengeluh lagi. Ia ingat kata-kata Bilu, ibunya. “Allaah tak melihat sayap yang indah. Tapi, Allaah ingin kau berguna untuk para bunga dalam hidupmu.” Dan ia tak kan menyerah. Serta selalu bersabar.


SEO CONTEST... WIN AS A TEAM...

Kartu-Pulsaku.Com Solusi Bisnis Online Anda
 
Copyright 2009 Fiani Gee. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase