Tujuh Ramadhan
Pendakian menuju kebaikan itu, bukan hanya lurus, kemudian sampai di puncak dengan sejuta rasa sukses, sangat mulus. Tentu ada kenangan paling indah selama perjalanan melalui lereng-lerengnya, mengitari sebuah bagian yang tak mungkin dilalui. Terjatuh, karena tersandung akr-akar pohon nan besar, yang ada di sepanjang setapak-setapak itu. Sesekali terjerembab, menginjak lubang yang tak terlihat. Terkilir, kram kaki atau yang lainnya. Itulah yang membuat buku ”KESUKSESAN” sangat digemari. Aroma perjuangan, selalu memacu adrenalin untuk ikut bergelora bersamanya.
Begitulah Ramadhan seharusnya bagi jiwa-jiwa kelana iman. Merasakan sulitnya menahan setiap syahwat diri, yang melingkari zona ingin. Ingin ini, ingin itu, ingin kesana, ingin kesini, ingin begitu, ingin begini, ingin lagi.. lagi dan lagi. Dan tentu tak semua ingin bisa dipenuhi kala berbuka. Bahkan berbuka pun kita masih tetap berpuasa. Berpuasa lisan kita, dari mencela atau menyebut-nyebut kurangnya nikmat. Karena kadang tanpa sengaja terucap, ”Duuh, coba ada buah ya.” atau ”Enak kayaknya, kalau ada jus.”
Puncak sukses Ramadhan yang sesungguhnya, bukanlah di ujung hari-hari itu. Namun, senja-senja ramadhan adalah rintangan-rintangan yang mesti dilalui satu demi satu, yang kemudian terakumulasi di akhirnya. Seberapa berhasilnya kita ketika menghadapi setiap rintangan. Itulah yang menjadi bahan hitungan bagi suksesnya.
Pendakian ramadhan, adalah pendakian pribadi. Sekalipun ada orang-orang tercinta, manusia-manusia tersayang di sekitar kita. Namun, Ramadhan sesungguhnya adalah proses pencapaian kesuksesan individu. Karena, kebersamaan akan selalu membawa semangat yang luar biasa tentunya. Untuk menahan setiap bujukan nafsu yang ingin dipenuhi. Kebersamaanlah yang memotivasi kita untuk kuat dan bertahan hingga selesai. Itu, sungguh mempermudah apa yang kita sebut puasa atau shaum.
Namun, bagaimanakah puasa kita kala kita sedang bersendiriian..??
Baru sepekan berjalan. Terasa mulai berat tubuh dan mata ini semakin bernafsu untuk tertutup. Lihat ke kanan, ternyata sedang sendiri. Lihat kekiri, nyatanya memang sendiri. Hingga akhirnya meredup terbawa kantuk, karena tiada sosok-sosok lain yang memberi semangat, memotivasi untuk terus istiqamah menggelar ibadah dan amal. Mencoba menemukan keteladan dalam wujud-wujud shalih di dekat kita. Toh, tak selamanya kita akan bersama mereka. Kala itulah, puasa dicoba, dengan sebenar-benarnya.
Pengawasan terhadap panca indera yang melemah. Tak terbatas lagi, apa yang mestinya tidak dipandang. Lisan yang terbebas dari kawalan, lalu berkeliaran merusak keriangan. Telinga terbuka bagi setiap suara, berita dan kabar. Tiada filter yang memfungsikan hati untuk menahan setiap gerak diri. Begitulah seringkali jika kita bersendiri.
Akankah, orang lain, yang kita sayangi, selalu ada bersama kita. Mengawasi kita, memberi kita semangat, menggandeng kita untuk terus berjalan, membantu kita dikala kesulitan, menarik kita untuk berdiri kala kita jatuh. Adakah mereka akan terus ada di sisi kita, memberi tahu akan keharusan, menginfokan kebaikan, mencoba membenarkan sesuatu yang salah pada diri kita. Akankah mereka terus ada..??
Jawabannya, TIDAK. Sekali-kali tidak. Karena, pertemuan itu, sejolinya adalah perpisahan. Persatuan itu, pasangannya adalah perpecahan. Kebersamaan itu kebalikannya adalah kesendirian. Semua akan terjadi pada kita. Saatnya, mengandalkan diri kita. Lupakan keteladanan, karena kala bersendiri keteladanan itu semu. Hanya memory yang membekas keras pada rasa. Semua bisa punya memory tentang keteladanan. Namun, yang membuatnya berbeda adalah, siapakah di antara kita yang berhasil memanfaatkan keteladanan itu, kala sepi. Siapa yang sukses membangun kebaikan bagi dirinya, kala sendiri. Karena, kebersamaan dan kesendirian itu sebenarnya adalah kawan. Layaknya, tangan kanan dan tangan kiri. Namun, ketika tangan kanan memberi, tak selayaknya tangan kiri tahu. Ketika amal dilakukan, sendiri ataupun dalam kebersamaan. Amal itu selalu menjadi rahasia kita dan Allaah.
Mari diri.. semangat lagi
Meski sepi.. yuuuk beramal lagi
Jauh dari riuh tepuk tangan dan puji
Namun.. ayolaaaaaaah jiwa
Kita sukses bila bersama
Dan kita pula berhasil, meski tiada siapapun jua
0 komentar:
Posting Komentar