Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Hijrah... Pindah... Jika sebuah keluarga masih berprofesi sebagai 'kontraktor'... maka pindah... adalah hal yang akan sering dilakukan. Itu adalah hijrah yang tentu memiliki hikmahnya tersendiri bagi keluarga tersebut. Pengorbanannya adalah... lelah, waktu, tenaga, biaya... dan lain-lain.
Namun... mari kita tengok... sebuah rangkaian sejarah indah... pada sebuah hijrah...
~> Abu Salamah
Hijrah adalah perjalanan panjang. Yang tak satupun umat muslim saat itu, mengetahui. Apa yang akan terjadi dengan kehidupan mereka setelah hijrah. Mereka layaknya melangkahkan kaki pada sebuah tujuan yang mengambang.
Kesadaran akan mengambangnya hari-hari setelah hijrah, tak membuat para muslim menyurut langkah yang akan terayun.
Mengingat Abu Salamah. Beliau pergi berhijrah seorang diri. Meninggalkan istri yang diambil oleh keluarga istrinya, karena tidak menyetujui hijrahnya. Dan tanpa anak, yang diambil oleh keluarga dari pihaknya.
Apalah rasa hati… dipisahkan dengan orang-orang yang kita cintai. Namun melakukan hal lain, yang masih tak pasti. Tentu sedih dan gundah itu hadir di kedalaman hati Abu Salamah. Apakah ia mengurungkan niatnya..?! Tidak. Ia menyusuri padang pasir bersama jiwanya yang terluka. Namun, hijrah telah menjadi pilihannya. Tiada istri digandengannya. Dan tiada anak dalam pelukannya.
Hati apa ini… Ialah… hati yang ta’at. Subhaanallaah… (Inikah kau hatiku…?)
~> Shuhaib
Shuhaib memiliki harta benda yang cukup banyak. Dia ingin menyambut seruan hijrah. Namun, kedengkian para kafir Quraisy, tak dapat membiarkannya bebas pergi begitu saja. Mereka berkata, “Dulu engkau datang kepada kami dalam keadaan hina dan melarat. Setelah hidup dengan kami, harta bendamu melimpah ruah dan engkau mendapatkan apa yang telah engkau dapatkan, kini engkau hendak pergi begitu saja memboyong hartamu. Demi Allaah, itu tidak akan terjadi.”
Apa yang ada dalam pikiran kita. Disertai dengan ancaman-ancaman dari para kafir tersebut. Adakah menciut keinginan Shuhaib untuk hijrah…?! Sekali lagi… Tidak.
Namun… akankah harta, yang sedemikian lama, dikumpulkan dengan jerih payah. Tentu dengan perjuangan yang tak dapat dipungkiri, bagaimana lelah dan penat menghampiri dalam mengumpulkan harta itu. Jika harta itu… diletakkan di hatinya… maka Shuhaib akan tinggal karena ancaman yang membahayakan diri dan hartanya. Namun… harta itu… terletak di tangannya. Dan Allaah Melemahkan genggamnya. Sehingga Shuhaib berkata… “Bagaimana menurut pendapat kalian, jika harta bendaku kuserahkan pada kalian, apakah kalian akan membiarkan aku?” “Baiklah…”, kata mereka.
Harta. Siapakah yang tak dengan penuh daya usaha, ingin memilikinya. Kita semua begitu. Inginnya kita berjaya dengan gelimangnya. Dengan punya segala. Sebuah cita-cita dunia yang akan singgah di dalam pikir siapa saja, yang berharap akan nikmat dunia. Tapi Shuhaib… meninggalkannya. Jiwa apa ini… Ialah jiwa merdeka. (Itukah kau jiwaku…?)
Untuk keindahan peristiwa ini… Rasuulullaah berkata… “Shuhaib beruntung… Shuhaib beruntung.”
Keberuntungan semacam ini… Sungguh tak ternilai.
~> Persembahan Ali
Sekumpulan jahat… berencana jahat… hati mereka hitam oleh karena kejahatan. Hidupnya kelam karena terlalu sering menjahati orang. Dari jiwa-jiwa mereka yang gulita. Hadir niat durjana. Menyakiti manusia mulia. Muhammad SAW.
Muhammad inilah… Kekasih bagi mereka yang beriman. Sahabat bagi semua yang taqwa. Yang di lisannya mengalir kebenaran dari Rabb-nya. Yang di wajahnya menggantung teduh bagi siapapun yang menatapnya. Yang di hatinya tumbuh kasih dengan rimbun. Duduk bersamanya adalah keinginan bagi siapa saja yang merindu hikmah sepanjang hidup. Hidup di zamannya… adalah harap bagi mereka yang terbelenggu cinta pada kesholihannya.
Dan manusia mulia itu… akan dibunuh…?! (Apakah yang kau rasa saat ini wahai diriku…?) Rasuulullaah akan dibunuh…
Maka malam itu… Sang Khotimul anbiya… akan berhijrah… meninggalkan Mekkah. Dan bersama permulaan gulita itu… kafir Quraisy yang sombong lagi dengki… mengatur rencana hitamnya… “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu, dan Allaah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS Al Anfal:30)
Rasuulullaah yang ummi… namun menyimpan kecerdasan sejati, yang disematkan oleh Allaah. Meminta Ali bin Abu Thalib, untuk menggantikannya tidur di pembaringan beliau. Dengan memakai sebuah mantel hijau yang biasa dipakai Rasulullaah untuk tidur. Hingga pagi datang, dalam penjagaan yang direncanakan dengan matang… para kafir Quraisy, baru menyadari kegagalan pengepungannya. “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di hadapan mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tak dapat melihat.” (QS Yasin:9) Rasuulullaah selamat…
Lalu… jiwa muda semacam apa, yang dimiliki seorang Ali. Mau melakukan hal yang diketahuinya membahayakan jiwa? Jawabannya adalah.. jiwa cinta. Pemuda Ali, mengetahui benar pengorbanan apa yang ia lakukan. Untuk siapa ia berbuat. Dan apa yang akan ia raih. Maka jiwanya, adalah secuil persembahan yang bisa ia beri. Demi sebuah janji besar. (Bagaimana denganmu, diriku…?)
~> Masih banyak yang lain…
Yang akan semakin menyadarkan kita… telah sampai di manakah… jiwa-jiwa kita. Hijrah macam apakah yang telah kita lakukan. Pengorbanan seindah apakah yang telah kita perbuat. Adakah sekali waktu, kita akan melepas setiap nikmat yang ada pada kita, untuk sebuah hijrah…?!? (menengok diriku)
Di manakah… jiwa cinta kita bersembunyi…?!? Kemanakah… jiwa merdeka kita menuju…?!? Dan kepada siapakah… Hati yang ta’at kita berikan…?!? (menanyai jiwaku)
Adakah surga telah dekat…?!? Semoga…
Hijrah… Hijrah… Hijrah sahabat… Mari Berhijrah…
*Sirah Nabawiyah (Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury)
Ditulis kembali dengan bahasa rasaku… Tanya padaku… Dan meneliti hatiku…
SELAMAT TAHUN BARU 1431 HIJRIYAH
0 komentar:
Posting Komentar