Kamis, 26 November 2009
Masih Ingin... Belajar dari Ibrahim...
Bismillaahirrahmaanirrahim…
Esok… adalah hari ber-esensi… Dan ingin mengenang kembali… sekilas kisah… yang memunculkan apa yang menjadi teladan… bagi sebuah makna… Berkurban… Allaah… selalu punya pelajaran… untuk mendewasakan… Semoga bermanfaat…
Bagaimanakah… rasanya menanti…?? Menanti saat seseorang yang telah menjanjikan pertemuan dengan kita. Kemudian… kita dipaksa untuk menunggunya sekian lama. Resah… menatap ujung jalan tempat bertemu. Berharap… seseorang yang dinanti akan segera datang. Gundah… hampir merusak kesabaran.
Apalah lagi… yang dirasa oleh sebuah keluarga… seorang ayah… seorang ibu… yang menanti datangnya seorang keturunan. Bayi mungil… yang menyejukkan pandangan. Menambah keceriaan… Dan melipat gandakan kebahagiaan.
Itulah yang terjadi… pada keluarga Rasulullaah Ibrahim… Penantiaan… yang pasti dirasa… sangat lama… bukan hanya 5 atau 10 tahun penantian… Penantian keluarga Ibrahim atas seorang keturunan. Adalah penantiaan yang luar biasa lamanya. Kerinduan yang menumpuk pada sudut rasa sebuah keluarga. Mengharapkan kehadiran tangis menggemaskan… tawa menggelikan… dan keindahan menjadi orang tua… Rindu Ibrahim dan Hajar… atas seorang anak… adalah rindu yang dalam…
Sebuah do’a yang terlantun tak henti… dari lisan Ibrahim… “Yaa Tuhan-ku… anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shaleh.” Do’a yang terpahat abadi dalam lembar kitab suci (QS 37:100) Kesabaran Ibrahim… dalam melantunkan do’a itu. Adalah jari-jari harapan dan asa… yang setiap harinya… berusaha mengetuk pintu langit… untuk segera mengirimkan kebahagiaan itu turun ke bumi…
Dan… Allaah-lah… Yang Maha Mengabulkan do’a… Dia pula Yang Maha Memperkenankan keinginan hamba-Nya… “Maka Kami Beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Isma’il)” (QS 37:101)
Is it… Happy ending…???
Keluarga Ibrahim… adalah keluarga manusia-manusia beriman… Di dalamnya… ada benih-benih keyakinan yang tumbuh dengan subur. Hingga menghujam… dalam ke setiap sela kehidupan. Namun… keimanan adalah sebuah harta… yang mesti diletakkan pada tiga tempat sekaligus… Di hati… Di lisan… dan pada anggota badan… berupa amalan… Berat… Sangat berat…
Isma’il tumbuh dalam kasih sayang ayah dan ibunya… menjadi pemuda yang baik… Kuat jiwanya… dan pribadinya… Lalu datanglah ujian itu… Dalam tidur-tidurnya… Ibrahim bermimpi… Ia diperintahkan… untuk menyembelih anak yang telah lama ia nantikan… Ia harus mengorbankan buah cinta… yang dibesarkannya dengan kasih… Permata berharga… yang tak pernah disangkanya… akan diminta kembali… oleh Sang Pemberinya… “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, Ibrahim berkata, “Wahai anakku ! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu !” Dia (Isma’il) menjawab, “Wahai ayahku ! Lakukanlah… apa yang Diperintahkan (Allaah) kepadamu ; Insyaa Allaah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS 37:102)
Ayah dan anak… keduanya… dengan penuh rela… menggenangi jiwa dengan keyakinan yang tinggi kepada Rabb-nya. Percaya… tanpa keraguan sedikitpun atas kehendak Tuhan mereka (Allaah). Kemudian… mereka melemahkan genggaman hati atas dunia dan isinya… bahkan ikhlas… melepas mutiara keluarga… demi Sang Khaliq… Yang berada dalam genggamNya semua jiwa… “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allaah)” (QS 37:103)
Ayah mana yang akan tega melakukan hal ini… Menyembelih anak sendiri…? Namun… tak sedikitpun… ini menyangkut masalah sayang atau tidak sayang… Apalagi… perasaan tega atau tidak tega. Ini adalah keinginan dari Pemilik Semesta. Ujian besar… bagi mereka yang memiliki keimanan yang menggunung di hatinya… Ini adalah pohon… yang jika ingin berbuah manis… maka ia harus diberi perlakuan istimewa… ia harus mengalami proses yang tak sederhana… sebelum menghasilkan buah… Ia mesti berbunga… kemudian menggugurkannya… barulah muncul buah yang diharapkan… Tak semua bunga pun dapat menjadi buah… Bahkan buah pun… tak akan langsung dapat dinikmati… ketika ia baru muncul… Karena lezatnya buah… adalah penantian… hingga tiba masanya untuk matang… Maka… itulah masanya… manis buah baru terasa…
“Lalu Kami Panggil dia, “Wahai Ibrahim ! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu, “Sungguh demikianlah Kami Memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. “ (QS 37:104-106)
Dengan keimanannya… Ibrahim hendak melakukan pengabdiannya pada Rabb-nya… Tiada bercampur di hatinya… antara takut dan berani… ataukah yakin dan keraguan… apalagi keikhlasan dan ketidakrelaan… Ia benar-benar akan melakukan pengorbanan atas anaknya sendiri (Isma’il)… Ketika ia akan menyelesaikannya… Allaah tunjukkan Kuasa dan Kebesaran Dzat-Nya… “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS 37:107) Ibrahim baru menyadari… tak setetespun… ia menumpahkan darah buah hatinya… Allaah menebus keimanannya dengan kelezatan buahnya… Bahagianya keluarga Ibrahim… Pengorbanan yang pada dzahirnya… tak tampak dilakukan… namun memunculkan kenikmatan pada jiwa keduanya… Ayah dan anak yang sabar dan setia.
Kisah inilah… yang terpahat dengan indah… pada muatan sejarah… Kisah pengorbanan (Tadhiyyah)… Yang tak memilah keuntungan dari sebuah perintah… Ia dilaksanakan… tanpa banyak mempertanyakan… Mengapa ini… harus dilakukan..??? Kisah yang tersebar pada khotbah-khotbah… cerita yang tersyi’ar dalam ceramah-ceramah… Kabar… yang seharusnya muncul di sekolah-sekolah dan rumah-rumah… Sebagai teladan… bagi generasi-generasi berikut… “Dan Kami Abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (QS 37:108) Agar menjadi generasi tegar… yang menghadapi hidup dan menjalaninya…. Tanpa terkejut dengan segala ‘kejutan’nya…
Kisah… yang membuat keluarga Ibrahim, berada dalam kebahagiaan sejati… “Selamat sejahtera bagi Ibrahim.” (QS 37:109)
Karena… ia tak berbuat baik untuk keluarganya… melainkan… berbuat baik untuk Allaah… Namun… kebaikan itu… dikembalikan pula kepadanya (Ibrahim)… “Demikianlah Kami Memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS 37:110)
This is the Happy Ending… Happily Ever after…
**Subhaanallaah… kisah yang tak lekang oleh zaman wal makaan… esensinya… adalah pengorbanan. Di mana… setiap apa yang kita miliki… maka suatu saat… akan didatangkan coba atasnya. Di pinjam… atau bahkan… diminta kembali oleh Dzat Yang Menitipkannya. Lalu… apakah tangan… masih menggenggam dengan erat… setiap titipan dalam kehidupan..?? Apakah hati… masih memeluk dunia dengan setinggi-tingginya cinta..??
Yaa Allaah… Jadikanlah kami… hamba-MU… yang selalu berserah diri… Lemahkan genggam tangan kami… atas semua harta… karena… Engkaulah Pemilik segala… Dan lepaskan pelukan hati kami… pada semua yang ada disisi… agar senantiasa menyadari… Engkau hanya… menitipkannya… Dan ampunkan kami… yang kadang rapuh pada yakin ini… Tak ingin yaa Allaah… Tak ingin kami luluh atas dunia… yang sewaktu-waktu akan runtuh… Maka… Jadikan kami teguh… Amiiin Yaa Rabb…
Selamat Idul Adha 1430 Hijriyyah
2 komentar:
artikel yg menarik..
bukti kecintaan dgn pengorbanan yg nyata
moga kita semua mampu meneladani beliau.
dan salah satu kelebihan beliau adalah berani memancung kepala berhala2 di zamannya dan melawan raza namrud yg lalim
mampukah kita mengimplementasikan gaya nabi Ibrahim di hukum negara kita yg carut-marut?
wallahu 'alam
Cerita yang selalu menarik...
Menjadi seperti keluarga Ibrahim...?? Ingin... Amiin..
Thanks ya Budi...
Posting Komentar